TafsirUncategorized

Tentang Keistimewaan Surah Al-A’la: Mukadimah Tafsir Surah Al-A’la

Foto: Pixabay
73views

Surah Al-A’la merupakan surah ke-87 yang terdiri dari 19 ayat. Al-A’la artinya Mahatinggi.

Keutamaan Surah Al-A’la

Surah Al-A’la merupakan surah yang istimewa karena banyak dihafalkan oleh kaum muslimin. Surah ini juga sering dibaca oleh imam ketika shalat berjamaah. Ada banyak dalil yang menyebutkan keistimewaan surah Al-A’la. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi ﷺ mencintai surah Al-A’la.

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Rasulullah ﷺ mencintai surah ini, yaitu Sabbihisma Rabbikal a’la.

Salah satu keistimewaan surah Al-A’ala adalah surah ini sering dibaca oleh Nabi ﷺ pada rakaat pertama ketika melaksanakan shalat Witir.

Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Adalah Rasulullah ﷺ shalat Witir dengan membaca Sabbihisma Rabbikal a’la, Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun, dan Qul Huwallahu Ahad.

BACA JUGA: Tafsir Surah Al-Infithar (Terbelah)

Shalat Witir merupakan shalat yang sangat mulia. Bahkan, sebagian ulama berpendapat bahwa shalat Witir itu hukumnya wajib. Meskipun demikian, hukum shalat Witir yang benar adalah tidak wajib, tetapi sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat dianjurkan. Oleh karena itu, Nabi ﷺ tidak pernah meninggalkan shalat Witir, baik ketika mukim ataupun bersafar.

Al-Imam Ahmad berkata, “Siapa yang meninggalkan shalat Witir dengan sengaja, ia adalah seorang paling buruk, tidak pantas diterima syahadah/persaksiannya.”

Seorang lelaki yang tidak shalat Witir, padahal ia mengetahui keutamaannya karena Nabi pun mencintai shalat tersebut, ia akan dianggap laki-laki yang buruk.

Salah satu keistimewaan yang lain surah Al-A’la adalah surah ini—dan surah Al-Ghashiyah—selalu dibaca oleh Nabi dalam shalat Ied dan shalat Jumat.

An-Nu’man bin Basyir berkata, “Adalah Rasulullah ﷺ tatkala shalat Ied (Idul Fitri dan Idul Adha) dan shalat Jumat beliau membaca Sabbihisma Rabbikal A’la dan Hal Ataaka Hadiitsul Ghaashiyah.”

An-Nu’man juga berkata, “Dan jika berkumpul Ied dan Jumat dalam satu hari maka Nabi membaca kedua surah itu juga pada kedua shalat tersebut (shalat Ied dan shalat Jumat).

Hal ini menunjukkan keutamaan kedua surah tersebut karena dipilih dan dibaca oleh Nabi ﷺ ketika kaum Muslimin sedang berkumpul. Kandungan kedua surah ini sangat penting untuk didengar kaum Muslimin pada saat itu.

BACA JUGA: Allah Berada di Arsy: Penjelasan Surah Al-A’la (87) ayat 1

Hari raya kaum Muslimin adalah hari raya yang istimewa. Hari ini tidak sama dengan  hari raya umat-umat lain yang berisi sekadar hura-hura yang melupakan akhirat. Hal ini berbeda dengan hari raya kaum muslimin, seperti Idul Adha yang didahului dengan ibadah haji dan Idul Fitri yang didahului dengan puasa Ramadhan. Jadi, semua didahului dengan ibadah. Kedua hari ray aitu juga dibuka dengan shalat sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Oleh sebab itu, hari raya kaum Muslimin memang sangatlah indah.

Salah satu hadis yang menyebutkan surah Al-A’la adalah kisah Mu’adz bin Jabal yang terlalu Panjang bacaannya ketika menjadi imam. Jabir berkata:

Mu;adz bin Jabal Al-Anshari pernah memimpin shalat isya. Ia pub memperpanjang bacaannya. Lantas, ada seseorang di antara kami yang sengaja keluar dari jamaah. Ia pun shalat sendirian. Mu’adz pun diberitahu keadaan orang tersebut. Ia pun berkata, ‘Sesungguhnya ia orang munafik’. Ketika kata-kata Mu’adz sampai ke orang tersebut, ia pun mendatangi Rasulullah ﷺ dan mengabari beliau ucapan Mu’adz kepadanya. Nai ﷺ lantas menasihati Mu’adz. ‘Apakah engkau ingin menjadi pembawa fitnah, wahai Mu’adz? Jika engkau mengimami orang-orang, bacalah Surah Asy-Syamsi wa dDhuhaha, Al-A’la, Al-‘Alaq, dan Al-Lail.”

Pelajaran Penting

  1. Adab seorang imam

Hadis tersebut menunjukkan seorang imam hendaknya memperhatikan kondisi makmumnya. Imam tidak boleh sesuka hati memanjangkan shalat karena boleh jadi makmumnya banyak kebutuhan, seperti sakit atau urusan lainnya.

  1. Zikir berjamaah

Sebagian imam memanjangkan zikirnya secara berjamaah—bahkan zikirnya lebih Panjang daripada shalat itu sendiri—sehingga para makmum pun merasa sungkan untuk meninggalkannya meskipun punya banyak urusan. Mereka merasa dirinya wajib ikut dalam zikir berjamaah itu. Padahal sunnah Nabi ﷺ tidaklah demikian. Imam Asy-Syafi’i juga berpendapat bahwa zikir yang disunnahkan adalah zikir yang dilakukan sendiri-sendiri.

Imam Asy-Syafi’i menyatakan jika ada hadis yang menunjukkan bahwa terkadang Nabi zikir dengan keras, itu berarti Nabi bermaksud mengajarkan zikir tersebut kepada para sahabatnya. Jika para makmum telah mengerti tata cara zikir sesuai sunnah, hendaknya mereka berzikir sendiri-sendiri. Pendapat imam Syafi’i ini juga dipilih oleh Imam An-Nawawi dan juga Ibnu Hajar Al-Haitami.Tugas-Tugas Malaikat: Penjelasan Surah Ath-Thariq (86) ayat 4

BACA JUGA: Surah Abasa: Ketika Rasulullah ﷺ Bermuka Masam

Hal ini tentu memudahkan mereka untuk segera menunaikan kebutuhannya. Jika shalat yang terlalu lama saja ditegur Nabi ﷺ, apalagi zikir yang dilakukan secara berjamaah sehingga menyebabkan jamaah tidak dapat menunaikan kebutuhannya karena merasa wajib mengikuti zikir berjamaah tersebut. Oleh karena itu, seseorang hendaknya berusaha menjalankan ibadah sesuai sunnah yang diajarkan Nabi ﷺ. Wallahu a’lam bishawab.[]

 

SUMBER: TAFSIR JUZ AMMA

 

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response