Ibrah

Penjelasan tentang Kalimat Makanlah dan Bersyukurlah

Foto: Pixabay
38views

Allah berfirman dalam Surah Saba’ (34) ayat 15:

 كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗ

“… makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya.”

Perintah ini berasal dari pemberian nikmat-nikmat Allah kepada mereka (kaum Saba), buah dari hasil dua kebun. Jadi, tujuan dari pembangunan dua kebun serta pengolahan tanaman-tanaman dan ladang adalah untuk makan. Jika mencermati dua kata kerja perintah dalam ayat tersebut, yakni makanlah dan bersyukurlah, kita akan melihat beberapa isyarat dan petunjuk.

BACA JUGA: Penjelasan Tentang Penting untuk Bersyukur atas Makanan dan Minuman

Pertama, hukum perintah makan adalah untuk pembolehan bukan kewajiban.

Kedua, dari di sini berarti sebagian atau makanlah sebagian rezeki dari Rabb-mu. Kemungkinannya adalah isyarat untuk menyedikitkan makanan, seperti makanlah sebagiannya (tidak semuanya). Ini berarti maksud dari makanlah adalah sesuai kebutuhan fisik. Manusia makan hanya sampai merasa cukup, bukan sampai kenyang.

Ketiga, penyandaran kata rezeki pada kata Rabb mengandung makna keimanan dan pendidikan. Ini bermakna pengkhususan yang berarti rezeki itu berasal dari Allah semata dan tidak boleh dinisbahkan pada selain Allah, kecuali dalam hal sebab akibat yang menganggapnya sebagai sebab secara materi, sedangkan yang menyebabkan rezeki adalah Allah semata.

Keempat, pemilihan kata Rabb pada bentuk yang dimaksud berarti Allah adalah Pembimbing yang membimbing hamba-Nya dengan nikmat. Dia menganugerahkannya kepada para hamba-Nya agar mereka menyembah dan bersyukur kepada-Nya.

Kelima, bersambungnya perintah bersyukurlah atas perintah makanlah menunjukkan syukur kepada Allah sebagai buah dari memakan rezeki-Nya, hasil dari makan tersebut, serta syarat untuk mendapatkan manfaat dari makan dan berlangsungnya rezeki itu. Bahkan, katakanlah, “Sesungguhnya, syukur kepada Allah adalah harga dari makanan itu. Sesungguhnya, Allah menginginkan orang yang makan untuk membayar harga makanan yang dimakannya, yakni dengan bersyukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya.”

Keenam, rasa syukur kepada Allah yang telah memberi rezeki dan kenikmatan menunjukkan adanya kebaikan, kepatuhan, dan keimanan dalam diri seorang Mukmin serta kemurahan, kenikmatan anugerah, kemuliaan, dan pemberian. Jika manusia tidak bersyukur kepada Rabb-nya, Sang Pemberi Rezeki, atas apa yang telah diberikan kepadanya, ini merupakan petunjuk atas kebakhilan, ketidakbersyukuran, kedurhakaan, dan kesesatannya.

Ketujuh, ada isyarat lain dari hubungan (korelasi) antara kata perintah bersyukurlah dan makanlah, yakni bahwa syukur kepada Allah, Sang Pemberi Rezeki, merupakan sebab dari diberikannya rezeki secara terus-menerus. Bahkan, nikmat itu akan terus ditambah. Allah berfirman dalam Surah Ibrahim (14) ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya, jika engkau bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Namun, jika engkau mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab- Ku benar-benar sangat keras.”

BACA JUGA: Tentang Hikmah dan Syukur

Sebaliknya, tiadanya rasa syukur kepada Allah adalah penye bab hilangnya nikmat, terputusnya rezeki, dan kerakusannya pada makanan, seperti yang dialami kaum Saba. Sebagaimana diketahui, syukur kepada Allah tidak hanya dengan lisan saja, melainkan juga dalam seluruh keadaan, yakni dengan lisan, akal, hati, perasaan, dan seluruh anggota badan. Selanjutnya, ada syukur yang sebenarnya yang direalisasikan dengan menggunakan nikmat-nikmat itu untuk menaati Allah dan bermanfaat bagi hamba-Nya.

Kedelapan, penambahan kata bersyukurlah dengan huruf lam (kepada) dalam firman-Nya, yakni bersyukurlah kepada-Nya, dan tidak disebutkan syukurilah Dia adalah karena huruf lam di sini adalah lam taqwiyah (penguatan). Ditinjau dari segi bahasa, lam itu menguatkan sampainya kata kerja pada objeknya, kata ganti setelahnya, majrur (lafazhnya), dan mansub (kedudukannya). Huruf lam ini dapat disebut juga lam al-ikhlaash yang berarti bahwa syukur hanya diperuntukkan bagi Allah. Orang yang bersyukur adalah orang yang ikhlas kepada Allah dengan cara bersyukur kepada-Nya. Boleh juga disebut lam al-isti anah (pertolongan) karena orang yang bersyukur adalah bersyukur kepada Allah melalui rezeki dan nikmat-Nya. Dia mempergunakannya dalam ketaatan kepada Allah dan menolong hamba-Nya dengan rezeki itu. Umumnya, kata kerja bersyukurlah, dalam Al-Quran, ditambahkan huruf lam, baik bersifat taqwiyah, isti’anah, maupun ikhlaash. Sungguh, hanya Allah Yang Maha Mengetahui.[]

SUMBER: KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN: Orang-Orang yang Dimuliakan dan Dihinakan Allah, Penulis: Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Penerbit: Gema Insani

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response