Al-Quran menjelaskan adanya hubungan antara hikmah dan syukur. Bahkan, hikmah ditafsirkan dengan syukur. Allah berfirman dalam Surah Luqman (31) ayat 12, “Sungguh Kami benar-benar telah memberikan hikmah kepada Luqman, yakni, ‘Bersyukurlah kepada Allah! Siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Siapa yang kufur (tidak bersyukur), sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.’”
Hikmh adalah bersyukur kepada Allah karena hikmah ditafsirkan dengan syukur, anisykur lillaah (bersyukurlah kepada Allah). Menurut para ulama,
kata an menunjukkan penafsiran an tafsiriyah. Kita telah mengetahui 338 makna hikmah dari penjelasan tersebut. Sekarang, kita akan mengeta hui makna syukur. Ar-Raghib berpendapat, “Syukur adalah menampakkan kenikmatan dan memperlihatkannya. Disebutkan bahwa ia sinonim dari al-kasyr (membuka atau memperlihatkan) dan kebalikan dari kufur (melupakan nikmat dan menutupinya). Daabbatun syakuur berarti hewan ternak yang tampak gemuk dan membuat hati pemiliknya merasa senang. Disebutkan juga asalnya min ‘ainin syakra, yakni penuh dan syukur berarti selalu menyebut-nyebut orang yang memberikan kenikmatan kepadanya.
BACA JUGA: Penjelasan Tentang Penting untuk Bersyukur atas Makanan dan Minuman
Syukur itu ada tiga macam, yaitu:
Pertama, syukur hati, yakni mengakui dan membayangkan kenikmatan (dalam hati).
Kedua, syukur lisan, yakni pujian terhadap orang yang memberikan kenikmatan kepadanya.
Ketiga, syukur semua anggota tubuh, yakni membalas kenikmatan tersebut dengan berbuat sesuai kemampuannya.
Jika syukur disifatkan kepada Allah, maknanya adalah Dia memberikan kenikmatan kepada hamba-Nya dan membalas ibadah yang telah dilakukan hamba-Nya itu. Jika hikmah itu hanya datang dari Allah, syukur tidak berhak diberikan, kecuali kepada-Nya. Oleh karena itu, syukur dinisbahkan dan disandarkan kepada-Nya. Menafsirkan hikmah dengan syukur artinya bahwa syukur adalah buah kebaikan dari hikmah. Oleh karena itu, setiap orang yang hakim (bijak) pasti bersyukur kepada Allah.
Kalau ada orang yang menganggap dirinya hakim, tetapi tidak beriman dan bersyukur kepada-Nya—sebagaimana anggapan kebanyakan orang—dia bukanlah hakim dan tidak mempunyai hikmah. Hikmah tanpa syukur maka ia tidak berarti apa-apa dan tidak ada manfaatnya. Ini merupakan bukti lain bahwa para filosof dan cendekiawan kafir tidak mempunyai hikmah. Sebaliknya, hikmah hanya dikhususkan bagi para cendekiawan Muslim karena mereka adalah orang-orang yang bersyukur kepada-Nya.
Jangan lupa, syukur yang dimaksud di sini adalah syukur dalam arti yang umum (luas), meliputi tiga macam (ragam)—yakni syukur hati, lisan, dan anggota badan—dan semua ini hanya ditujukan kepada-Nya serta sebagai sarana untuk memuji-Nya, mengagungkan-Nya, dan menyayangi manusia karena-Nya. Al-Qummi An-Nisaburi, ketika menjelaskan kalimat anisykur lillaah, berkata, “Para ulama berkata bahwa ini adalah masalah pembentukan, yakni membentuk seseorang menjadi orang yang bersyukur. Sementara itu, masalah taklif (tanggung jawab) adalah berlaku sama, baik bagi orang bodoh maupun hakim.
BACA JUGA: Bersyukur dengan Hati, Lisan, dan Anggota Badan
Dalam ayat tersebut, juga terdapat peringatan bahwa bersyukur kepada yang berhak disembah adalah puncak seluruh ibadah dan hikmah. Manfaatnya akan kembali pada hamba yang menyembah, bukan pada yang disembah karena Dia sesungguhnya tidak membutuhkan syukur dari hamba-Nya dan Dia-lah yang paling berhak untuk dipuji.”
Bersyukurlah kepada Allah bentuk idhafah dalam kalimat tersebut menunjukkan pengkhususan karena syukur yang sebenarnya tidak boleh diberikan, kecuali kepada Allah.[]
SUMBER: KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN: Orang-Orang yang Dimuliakan dan Dihinakan Allah, Penulis: Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Penerbit: Gema Insani
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL
