Historia/Tarikh

Perang Bani Quraizhah (Bagian Kedua – Habis)

Foto: Pixabay
29views

Dalam bagian pertama dikisahkan bahwa Rasulullah ﷺ memutuskan untuk berperang ke Bani Quraizhah. Pasukan Muslimin mendekati benteng Bani Quraizhah dan putuskan untuk mengepungnya. Perlu diingat, Perang Bani Quraizhah adalah peperangan urat syaraf. Allah menyusupkan ketakutan ke dalam hati orang-orang Yahudi. Mental mereka langsung merosot. Keadaan ini mencapai puncaknya hingga muncul Ali bin Abu Thalib dan Az-Zubair bin Al-Awwarn. Ali berteriak, “Wahai pasukan iman, demi Allah, aku siap merasakan seperti yang dirasakan Hamzah atau lebih baik aku menjebol benteng mereka.

BACA JUGA: Perang Bani Quraizhah (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Setelah itu, orang-orang Yahudi tunduk kepada keputusan Nabi ﷺ. Beliau memerintahkan untuk menahan semua Yahudi yang laki-laki dan tangan mereka dibelenggu. Muhammad bin Salamah Al-Anshari diserahi tugas untuk mengawasi mereka. Para wanita dan anak-anak digiring ke tempat tertentu yang terpencil.

Orang-orang Aus mendatangi Rasulullah ﷺ seraya berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah membuat keputusan terhadap Bani Qainuqa. Seperti yang engkau ketahui, mereka adalah sekutu saudara kami dari Khazraj. Sementara, Bani Quraizhah adalah rekan kami. Karena itu, berbuat baiklah kepada mereka.”

Beliau bertanya, “Apakah kalian ridha jika yang membuat keputusan adalah salah seorang di antara kalian?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Serahkanlah kepada Sa’ad bin Mu’adz.” Mereka menjawab, “Kami setuju.”

Saat itu Sa’ad bin Mu’adz berada di Madinah dan tidak ikut pergi ke Bani Qainuqa karena mendapat luka di urat lengannya sewaktu Perang Bani Quraizhah. Ketika dipanggil, ia pun datang dengan menunggang keledai. Saat dia hendak mendatangi Rasulullah ﷺ orang-orang berkata di kanan kirinya, “Wahai Sa’ad, berbuat baiklah kepada rekan-rekanmu karena Rasulullah ﷺ telah memilihmu sebagai orang yang akan memutuskan perkara. Berbuat baiklah terhadap mereka.”

Sa’ad bin Mu’adz hanya diam dan tidak menanggapi perkataan mereka. Tetapi, karena semakin banyak orang yang berkata seperti itu, ia pun berkata, “Kini sudah saatnya bagi Sa’ad untuk tidak memedulikan celaan orang yang suka mencela karena Allah.” Setelah mendengar jawaban Sa’ad ini, di antara mereka ada yang kembali ke Madinah dan meratapi apa yang bakal menimpa mereka.

Setelah Sa’ad berada di hadapan Nabi ﷺ, beliau bersabda kepada para sahabat, “Temuilah pemimpin kalian.” Setelah Sa’ad diturunkan dari punggung keledai, mereka berkata, “Wahai Sa’ad, orang-orang Yahudi itu sudah pasrah kepada keputusanmu.” Sa’ad menjawab, “Apakah keputusanku berlaku bagi mereka?”

“Ya.” jawab para sahabat.

“Apakah juga berlaku bagi kaum Muslimin?”

“Ya,” jawab mereka.

“Bagi siapa pun yang ada di sini?” tanyanya sambil mengarahkan pandangan ke Rasulullah ﷺ sebagai penghormatan bagi beliau. “Ya, juga bagi diriku,” jawab beliau.

BACA JUGA: Sekilas Tentang Peperangan Pada Masa Rasulullah

Akhirnya, Sa’ad berkata, “Aku memutuskan bahwa orang-orang Yahudi yang laki-laki harus dibunuh, sedangkan para wanita dijadikan tawanan dan harta benda dibagi rata.” Beliau bersabda, “Engkau telah membuat keputusan berdasarkan keputusan Allah dari atas tujuh langit.”

Keputusan Sa’ad adalah keputusan yang tepat dan adil karena, selain melakukan pengkhianatan yang keji, Bani Quraizhah sudah menyiapkan 1.500 pedang, 2.000 tombak, 300 baju besi, dan 500 perisai untuk menghancurkan kaum Muslimin. Semua ini baru diketahui setelah orang-orang Muslim dapat menaklukkan benteng dan perkampungan Yahudi Bani Quraizhah.

Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk menahan orang-orang dari Bani Quraizhah di rumah binti Al-Harits, seorang wanita dari Bani An-Najjar. Sebuah parit digali di dalam pasar Madinah. Sekelompok demi sekelompok digiring ke pinggir parit itu, lalu leher mereka dipenggal dan dimasukkan ke dalam parit tersebut.

Beberapa orang Yahudi yang berada di dekat pemimpin mereka, Ka’ab bin Asad, bertanya, “Apa yang akan dia perbuat terhadap kita menurut penglihatanmu?” Ka’ab menjawab, “Apakah di mana pun kalian memang tidak bisa berpikir? Apakalı kalian tidak melihat orang yang banyak bicara tidak akan dilepaskan dan orang yang telah diusir di antara kalian tidak bisa kembali lagi? Demi Allah, itu adalah hukuman mati.”

Jumlah kaum laki-laki dari Yahudi Bani Quraizhah yang dihukum tersebut adalah enam ratus hingga tujuh ratus orang. Mereka semua dipenggal. Begitulah kesudahan ular-ular pengkhianat yang telah melanggar perjanjian yang pernah disepakati dan membantu pasukan musuh yang hendak membinasakan kaum Muslimin pada saat-saat yang sangat kritis. Dengan tindakan seperti itu, mereka dianggap sebagai penjahat perang sehingga layak mendapat hukuman mati.

Ada pula setan-setan Bani Nadhir yang ikut dibunuh bersama mereka. Salah seorang di antara para tokoh penjahat Perang Ahzab adalah Huyai bin Akhthab, ayah Shafiyah, Ummul Mukminin. Dia bergabung di benteng Bani Quraizhah saat Quraisy dan Ghathafan pulang karena harus memenuhi janjinya kepada Ka’ab bin Asad, yang sebelum itu dia terus-menerus membujuk dan mendorong Ka’ab untuk melanggar perjanjian.

Huyai telah merobek-robek pakaiannya yang bagus agar tidak dirampas saat digiring dengan tangan terbelenggu di belakang leher untuk menjalani eksekusi, dia berkata kepada Rasulullah ﷺ. “Demi Allah, aku mencela diriku karena aku telah memusuhimu. Tetapi, siapa pun yang memang dikalahkan Allah, pastilah dia akan kalah.” Lalu, dia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Wahai manusia, tidak apa-apa kalau memang telah menjadi keputusan Allah. Ketetapan, takdir, dan tempat pembantaian, semua telah diputuskan bagi Bani Israil.” Kemudian, dia duduk dan lehernya dipenggal.

Semua wanita Bani Quraizhah tidak dibunuh, kecuali seorang saja. Itu dilakukan karena sebelumnya dia telah melemparkan batu penggiling kepada Khallad bin Suwaid hingga meninggal dunia. Maka, dia dieksekusi mati karena perbuatannya itu.

BACA JUGA: Al-Quran Berbicara Tentang Masalah Perang

Rasulullah memerintahkan untuk membunuh siapa pun yang sudah baligh, sedangkan anak-anak yang dianggap belum baligh dibiarkan hidup. Di antara anak yang dianggap belum baligh adalah Athiyyah Al-Qurazhi. Dia dibiarkan hidup, lalu masuk Islam dan menjadi sahabat yang baik. Tsabit bin Qais meminta kepada Rasulullah ﷺ agar Az-Zabir bin Batha beserta keluarga dan harta bendanya diserahkan kepadanya. Pada perang Bu’ats, Az-Zabir pernah berjasa menyelamatkan Tsabit bin Qais. Permintaannya itu dikabulkan.

Tsabit bin Qais berkata, “Rasulullah ﷺ telah menyerahkan dirimu kepadaku, begitu pula keluarga dan hartamu.” Namun, setelah mengetahui bahwa semua rekan-rekannya Yahudi yang lain dibunuh. Az-Zabir berkata, “Atas jasaku kepadamu, wahai Tsabit, aku meminta pertemukanlah aku dengan orang-orang yang kucintai.” Lalu, Tsabit memenggal lehernya dan mempertemukannya dengan orang-orang yang dicintainya. Tsabit meminta kepada beliau agar anak Az-Zabir, Abdurrahman bin Az-Zabir dibiarkan hidup. Kemudian, dia masuk Islam dan menjadi sahabat yang baik.

Sementara itu, Ummul Mundzir Salma binti Qais An-Najjariyah meminta kepada beliau agar mengampuni Rifa’ah bin Samwal Al-Qurazhi. Pada akhirnya Rifa’ah masuk Islam dan menjadi sahabat yang baik.

Ada beberapa orang Bani Quraizhah yang masuk Islam sebelum mereka menyerah sehingga darah harta dan keluarga mereka dilindungi.

Rasulullah ﷺ membagi seluruh harta dari Bani Quraizhah setelah mengambil seperlimanya. Tiga bagian diserahkan kepada barisan penunggang kuda, sedangkan pasukan infanteri mendapatkan satu bagian. Para tawanan diserahkan kepada Sa’ad bin Zaid Al-Anshari untuk dibawa ke Najd, lalu dijual di sana, untuk membeli kuda dan senjata.

Rasulullah ﷺ memilih untuk diri beliau salah seorang wanita mereka, yaitu Raihanah binti Amr bin Junafah. Menurut Ibnu Ishaq, wanita itu tetap berada di sisi beliau sampai beliau meninggal, yang saat itu ia berada di Mekkah. Menurut Al-Kalbi, beliau membebaskan Raihanah dan menikahinya pada tahun 6 H. Dia meninggal saat beliau pulang dari Haji Wada, lalu dikuburkan di Baqi’.

Setelah urusan Bani Quraizhah beres, doa seorang hamba yang saleh, Sa’ad bin Mu’adz, dikabulkan. Sebelumnya, Nabi membuatkan sebuah tenda di dekat masjid agar lebih mudah bagi beliau untuk menjenguknya. Setelah urusan Bani Quraizhah selesai, lukanya semakin parah dan pecah. Dari bagian lukanya itu mengalir darah hingga ke kemah lain di sampingnya yang ditempati Bani Ghifar. Mereka berkata, “Wahai para penghuni kemah, apa yang mengalir ini?” Ternyata, darah itu berasal dari luka Sa’ad bin Mu’adz, lalu dia meninggal dunia karenanya.

Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Jabir bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Arsy Allah Yang Maha Pemurah berguncang karena kematian Sa’ad bin Mu’adz.” At-Tirmidzi telah menyatakan sahih sebuah hadis dari Anas bahwa dia berkata, “Saat jenazah Sa’ad bin Mu’adz diangkat, orang-orang munafik berkata, ‘Betapa ringan jenazahnya’. Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Karena para malaikatlah yang mengangkat jenazahnya.’”

Pada saat pengepungan Bani Quraizhah, ada seorang Muslim yang meninggal, yaitu Khallad bin Suwaid. Ia meninggal karena dihantam dengan batu alat penggiling oleh seorang wanita dari Bani Quraizhah. Selain itu, ada lagi yang meninggal selama pengepungan tersebut, yaitu Abu Sinan bin Mihshan, saudara Ukasyah.

Sementara itu, Abu Lubabah tetap dalam keadaan terikat di masjid selama enam hari. Setiap tiba waktu shalat ada seorang wanita yang menghampirinya dan melepaskan talinya agar dia bisa shalat. Setelah itu, ia mengikat dirinya lagi. Pada dini hari sebelum waktu Subuh tiba, wanita tersebut memintakan ampunan bagi Abu Lubabah. Saat itu, beliau sedang berada di rumah Ummu Salamah. Ummu Salamah berdiri di ambang pintu lalu berkata, “Wahai Abu Lubabah, bergembiralah karena Allah telah mengampunimu.”

BACA JUGA: Pesona-Pesona Keimanan dalam Perang Badar

Seketika itu orang-orang mengerumuni Abu Lubabah untuk melepaskan talinya. Namun, Abu Lubabah menolak siapa pun yang hendak melepaskan tali yang mengikat tubuhnya, kecuali bila Rasulullah ﷺ yang melakukannya. Saat melewatinya untuk mendirikan shalat Subuh, beliau melepaskan talinya.

Peperangan Bani Quraizhah terjadi pada bulan Dzulqa’dah 5 H. Peperangan ini berlangsung selama 25 hari.

Allah menurunkan beberapa ayat tentang Perang Ahzab dan Bani Quraizhah dalam Surah Al-Ahzab. Dalam surah ini, Allah menyebutkan beberapa peristiwa terpenting tentang keadaan orang-orang Mukmin dan munafik, kemudian tentang kehinaan yang diderita oleh pasukan musuh dan kesudahan pengkhianatan Ahli Kitab.[]

SUMBER: SIRAH RASULULLAH: Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Penulis: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakafuri, Penerbit: Ummul Qura

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response