Historia/Tarikh

Mengirim Surat ke Beberapa Raja (Bagian Ketiga)

Foto: Unsplash
29views

Pada akhir tahun 6 H., setelah kembali dari Hudaibiyah, Rasulullah ﷺ menulis surat yang ditujukan kepada beberapa raja yang berisi seruan agar mereka masuk kepada Islam. Saat hendak menulis surat-surat yang ditujukan kepada beberapa raja, ada seseorang yang memberi tahu, “Sesungguhnya mereka tidak akan mau menerima kecuali jika surat itu disertai cap stempel. Karena itu, beliau membuat stempel yang terbuat dari perak, dengan cetakan yang berbunyi, “Muhammad Rasul Allah”. Cetakan tulisan ini tersusun dalam tiga baris: “Muhammad” satu baris, “Rasul” satu baris dan “Allah” satu baris, dengan susunan yang dimulai dari bawah:

الله

رسول

محمد

Beliau menunjuk beberapa orang sahabat sebagai kurir yang cukup mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Beliau mengutus para kurir ini untuk menemui beberapa raja. Allamah Al-Manshurfuri memastikan bahwa beliau mengutus para kurir ini pada awal Muharam 7 H., beberapa hari sebelum pergi ke Khaibar. Berikut ini uraian dan isi surat-surat tersebut:

Surat kepada Al-Mundzir bin Sawa

Nabi ﷺ menulis surat kepada Al-Mundzir bin Sawa, penguasa Bahrain, yang berisi seruan agar dia masuk Islam. Beliau mengutus Al- Ala’ bin Al-Hadhrami untuk mengantarkannya. Setelah menerima dan membaca surat beliau, Al-Mundzir menulis balasannya sebagai berikut:

BACA JUGA: Mengirim Surat ke Beberapa Raja (Bagian Kedua)

Amma ba’d. Wahai Rasulullah, saya sudah membaca surat Tuan yang tertuju kepada rakyat Bahrain. Di antara mereka ada yang menyukai Islam dan kagum kepadanya lalu memeluknya, dan di antara mereka ada pula yang tidak menyukainya. Sementara di negeriku ada orang-orang Majusi dan Yahudi. Maka, tulislah lagi surat kepadaku yang bisa menjelaskan urusan Tuan.” Maka, Rasulullah ﷺ menulis surat lagi:

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Dari Muhammad Rasul Allah kepada Al-Mundzir bin Sawa. Kesejahteraan bagi dirimu. Aku memuji bagimu kepada Allah yang tiada Ilah yang berhak disembah selain-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, amma ba’d.

Aku mengingatkanmu terhadap Allah Azza wa Jalla. Barang siapa yang memberi nasihat, sejatinya dia memberi nasihat kepada dirinya sendiri, dan siapa yang menaati utusan-utusanku dan mengikuti mereka, berarti dia telah menaatiku. Barang siapa memberi nasihat kepada mereka, berarti dia telah memberi nasihat karena aku. Sesungguhnya para utusanku telah menyampaikan pujian yang baik atas dirimu. Aku telah memberi syafaat kepadamu tentang kaummu. Biarkanlah kaum Muslimin karena mereka telah masuk Islam. Aku memaafkan orang-orang yang berbuat dosa dan terimalah penyesalan mereka. Selama engkau tetap berbuat baik, kami tidak akan menurunkanmu dari kekuasaanmu. Siapa yang ingin melindungi orang Majusi atau Yahudi, dia harus membayar jizyah.”

Surat kepada Haudzah bin Ali, Penguasa Yamamah

Nabi ﷺ menulis surat kepada Haudzah bin Ali, penguasa Yamamah, sebagai berikut:

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih. Maha Penyayang.

Dari Muhammad Rasul Allah kepada Haudzah bin Ali. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk. Ketahuilah bahwa agamaku akan dipeluk orang yang kaya maupun yang miskin. Karena itu, masuklah Islam, niscaya Tuan akan selamat dan akan kuserahkan apa yang ada di tangan Tuan saat ini.”

Kurir yang menyampaikan surat ini adalah Salith bin Al-Amiri. Saat Salith sudah tiba di hadapannya, Haudzah menyambut kedatangannya dengan ramah dan menyuruhnya masuk rumah. Kemudian Haudzah membaca surat beliau dan sesekali memberi komentar. Dia menulis balasan kepada Nabi ﷺ sebagai berikut:

“Sungguh bagus dan baik apa yang Tuan serukan. Orang-orang Arab banyak yang takut terhadap kekuasaanku. Jika Tuan mau memberikan sebagian urusan kepadaku, tentu aku mau mengikuti Tuan.”

Haudzah memberikan hadiah yang melimpah dan memberinya kain-kain tenun yang bagus. Semua hadiah ini diserahkan kepada Nabi ﷺ dan mengabarkan apa yang dialaminya. Beliau membaca surat balasan dari Haudzah, lalu bersabda, “Jika dia meminta sepetak tanah kepadaku, aku tidak akan memberinya. Cukup, cukup apa yang dimilikinya saat ini.” Namun, setelah Rasulullah ﷺ kembali dari penaklukan Mekkah, Jibril mengabarkan kepada beliau bahwa Haudzah sudah meninggal dunia. Untuk itu, beliau bersabda, “Dari Yamamah ini akan muncul seorang pendusta yang membual sebagai nabi. Dia akan menjadi pembunuh sepeninggalku.”

Ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang dibunuhnya?” Beliau menjawab, “Kamu dan rekan-rekanmu.” Dan memang begitulah yang terjadi.

BACA JUGA: Mengirim Surat ke Beberapa Raja (Bagian Pertama)

Surat kepada Al-Harits bin Abu Syamr Al-Ghassani, Penguasa Damaskus

Inilah surat yang ditulis Nabi ﷺ kepada Al-Harits bin Abu Syamr:

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Dari Muhammad, Rasul Allah kepada Al-Harits bin Abu Syamr. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, percaya dan membenarkannya. Aku menyeru Tuan agar beriman kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, niscaya akan kekal kerajaan Tuan.”

Beliau menunjuk Syuja’ bin Wahb dari Bani Asad bin Khuzaimah untuk mengantarkan surat ini. Setelah membacanya, dia berkata, “Siapa yang mau merebut kerajaan ini dari tanganku, aku pasti akan menghadapinya.”

Namun, dia tidak mau masuk Islam.

Surat kepada Raja Oman

Nabi ﷺ menulis surat kepada Raja Oman, Jaifar, dan saudaranya, Abd bin Al-Julunda. Mereka berdua adalah anak Al-Julunda. Inilah isi surat beliau:

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Dari Muhammad bin Abdullah, kepada Jaifar dan Abd bin Al-Julunda. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, amma ba’d.

 

Sesungguhnya aku menyeru Tuan berdua dengan seruan Islam. Masuklah Islam, niscaya Tuan berdua akan selamat. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada semua manusia, untuk memberi peringatan kepada orang yang hidup dan membenarkan perkataan terhadap orang- orang kafir. Jika Tuan berdua berkenan mengikrarkan Islam, aku akan mengukuhkan kerajaan Tuan. Namun, jika Tuan enggan mengikrarkan Islam, kerajaan Tuan pasti akan berakhir dan kudaku pasti akan menginjakkan kaki di halaman Tuan dan kenabianku akan mengalahkan kerajaan Tuan.”

Beliau menunjuk Amr bin Al-Ash untuk menyampaikan surat ini. Amr menuturkan, “Aku pun berangkat hingga tiba di Oman. Aku ingin menemui Abd bin Al-Julunda terlebih dahulu karena dia lebih lemah lembut dan lebih lunak hatinya. Aku berkata di hadapannya, “Aku adalah utusan Rasulullah untuk menghadap Tuan dan saudara Tuan.”

Abd bin Al-Julunda menjawab, “Temuilah saudaraku terlebih dahulu karena dia lebih tua dan lebih berkuasa daripada aku. Aku akan mencoba mengantarkanmu hingga dia bisa membaca suratmu.” Kemudian Abd mengajukan beberapa pertanyaan, “Apa yang hendak engkau serukan?” Aku menjawab, “Saya mengajak kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, hendaklah Tuan melepaskan apa pun yang disembah selain- Nya, hendaklah Tuan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”

“Wahai Amr, engkau adalah putra pemimpin kaummu. Lalu, apa saja yang diperbuat ayahmu? Padahal, kami sangat salut kepadanya.”

“Dia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada Muhammad. Padahal, saya ingin sekali dia masuk Islam dan membenarkannya. Dulu saya senantiasa sejalan dan sepikiran hingga Allah memberikan petunjuk kepada saya untuk masuk Islam.”

Abd bertanya, “Sejak kapan engkau mengikutinya?”

“Belum lama,” jawabku.

“Di mana engkau masuk Islam?”

“Di hadapan Najasyi,” jawabku.

Lalu, aku mengabarkan kepadanya bahwa Najasyi sudah masuk Islam. Abd kembali bertanya, “Lalu bagaimana reaksi kaumnya terhadap kerajaannya?”

“Mereka tetap mengakui dan mengikutinya,” jawabku.

“Bagaimana dengan para pendeta dan padri?” tanyanya.

“Begitu pun mereka,” jawabku.

“Hati-hatilah dengan perkataanmu, wahai Amr. Sesungguhnya tak ada perangai seseorang yang lebih buruk daripada dusta.”

“Aku tidak berdusta, dan kami tidak menghalalkannya dalam agama kami,” jawabku.

“Menurutku Heraklius tidak tahu keislamannya saat itu.”

“Begitulah.”

“Dari mana engkau bisa mengetahuinya?”

“Dulu Najasyi selalu menyerahkan pajak kepada Heraklius. Setelah masuk Islam dan membenarkan Muhammad, maka dia berkata, ‘Tidak demi Allah, andaikan dia meminta satu dirham pun, aku tidak akan menyerahkannya kepadanya,’” jawabku.

“Akhirnya Heraklius mendengar pula keislamannya.”

BACA JUGA: Hijrah Pertama Pengikut Rasulullah ke Habasyah

Lalu dia ditanya saudaranya, “Apakah engkau membiarkan rakyatmu menolak menyerahkan pajak kepadamu dan memeluk agama baru yang bukan agamamu?”

Heraklius menjawab, ‘Orang itu menyukai suatu agama lalu memilih untuk dipeluknya. Apa yang bisa kulakukan terhadap dirinya? Demi Allah, jika tidak karena beban kerajaanku ini, tentu aku akan melakukan seperti yang dilakukannya.’”

“Hati-hatilah dengan perkataanmu, wahai Amr,” kata Abd memperingatkan aku.

“Demi Allah, aku berkata jujur kepada Tuan,” jawabku.

“Tolong beritahukan kepadaku, apa yang diperintahkan Muhammad dan apa pula yang dilarangnya?”

“Beliau memerintahkan untuk taat kepada Allah dan melarang mendurhakai-Nya, memerintahkan kepada kebajikan dan menyambung tali persaudaraan, dan melarang kezaliman serta permusuhan. Beliau juga melarang zina, minum khamar, menyembah batu, patung, dan salib.”

“Alangkah bagusnya apa yang dia serukan ini. Andaikan saja saudaraku sependapat denganku tentang dirinya hingga kami beriman kepada Muhammad dan membenarkannya. Tetapi, bagi saudaraku lebih baik mempertahankan kerajaannya daripada meninggalkannya dan hal ini menjadi beban dosa baginya.”

“Sesungguhnya apabila dia mau masuk Islam, Rasulullah tetap akan mengakui kekuasaannya terhadap kaumnya. Beliau akan mengambil sedekah dari penduduk yang kaya lalu memberikannya kepada mereka yang miskin,” kataku. “Itu suatu akhlak yang bagus. Tetapi, apa yang dimaksudkan sedekah itu?”

Lalu, aku memberitahukan kepadanya tentang apa saja yang diperintahkan Rasulullah mengenai zakat mal, termasuk pula zakat untuk unta.

“Wahai Amr, apakah sedekah ini diambilkan dari hewan-hewan ternak kami yang digembalakan?” tanya Abd.

“Benar,” jawabku.

Abd berkata, “Demi Allah, sekalipun kaumku tetap berada di rumahnya dan sekalipun hewan ternaknya banyak, aku tidak melihat mereka mau menaatinya.”

Beberapa hari aku menunggu-nunggu di depan pintu rumah Abd, yang saat itu masih berusaha untuk menghubungi saudaranya dan mengabarkan apa yang kukatakan. Suatu saat Jaifar memanggilku. Saat aku menghadapnya, para pengawalnya memegang pangkal tanganku.

“Lepaskan dia!” katanya.

Aku pun dilepaskan. Aku bermaksud hendak duduk, tetapi para pengawal itu tidak membiarkan aku duduk. Aku memandangi Jaifar. Lalu dia berkata, “Katakan apa keperluanmu!” Aku menyerahkan surat Rasulullah yang masih terbungkus dengan cap stempelnya. Setelah menerima surat beliau, Jaifar merobek tutupnya dan membacanya hingga selesai, lalu menyerahkannya kepada saudaranya, Abd yang juga membacanya hingga selesai.

“Maukah engkau memberitahukan kepadaku apa yang dilakukan Quraisy?” tanya Jaifar kepadaku.

Aku menjawab, “Mereka sudah banyak yang mengikuti beliau, baik karena memang menyenangi agamanya maupun karena kalah dalam peperangan.”

“Siapa saja yang bersamanya (Rasulullah)?” tanya Jaifar

“Sudah cukup banyak orang yang menyenangi Islam dan memeluknya. Berkat petunjuk Allah, kemudian dengan akalnya mereka sudah sadar bahwa sebelumnya mereka berada di dalam kesesatan. Dalam kepasrahan ini aku tidak melihat seorang pun yang masih tersisa selain diri Tuan. Jika saat itu Tuan tidak mau masuk Islam dan mengikuti beliau, sepasukan berkuda akan datang ke sini dan merebut harta benda Tuan. Karena itu, masuklah Islam, niscaya Tuan akan selamat dan beliau tetap akan mengangkat Tuan sebagai pemimpin kaum Tuan. Jangan sampai ada pasukan yang menyerang Tuan.

Jaifar berkata, “Akan kupertimbangkan hari ini pula dan besok silakan datang lagi ke sini!”

Aku kembali menemui Abd. Dia berkata, “Wahai Amr, aku benar-benar berharap dia mau masuk Islam, asalkan dia tidak merasa sayang terhadap kerajaannya.”

Besoknya aku hendak menemui Jaifar. Namun, dia tidak mengizinkanku. Aku pun kembali menemui Abd dan kuberitahukan kepadanya bahwa aku belum berhasil bertemu saudaranya. Setelah aku bisa menghadap Jaifar berkat bantuan Abd, Jaifar berkata, “Aku sedang memikirkan apa yang engkau serukan kepadaku. Aku akan menjadi orang Arab yang paling lemah jika aku menyerahkan kerajaanku ini kepada seseorang, dengan begitu pasukan Muhammad tidak akan menyerang ke sini. Jika pasukannya menyerang ke sini, tentu akan terjadi peperangan yang dahsyat.”

BACA JUGA: Kisah Orang-Orang yang Pertama Kali Berhijrah

Karena dia belum juga memberi keputusan, aku berkata, “Besok aku akan pulang.”

Setelah Jaifar merasa yakin bahwa besok aku akan pulang, dia berkata kepada saudaranya, “Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali harus menerima tawarannya. Sebab, siapa pun yang dikirimi surat oleh Muhammad tentu memenuhi seruannya. Kalau begitu besok suruh dia menghadap lagi ke sini.”

Akhirnya Jaifar dan Abd bin Al-Julunda masuk Islam dan beriman kepada Nabi. Bahkan, keduanya siap menyerahkan sedekah dan kerajaan tetap berada di tangan mereka berdua. Mereka sangat membantuku dalam menghadapi orang-orang yang hendak menentang.

Alur kisah ini menunjukkan bahwa pengiriman surat kepada Jaifar tersebut dilakukan pada waktu-waktu cukup jauh jaraknya setelah surat-surat lain yang dikirimkan kepada para raja. Menurut pendapat mayoritas, surat ini dikirimkan setelah perjanjian Hudaibiyah.

Dengan surat-surat tersebut Nabi telah menyampaikan dakwah kepada beberapa raja di muka bumi. Di antara mereka ada yang beriman dan sebagian lain ada yang ingkar. Tetapi, setidak-tidaknya surat-surat tersebut telah berhasil menyibukkan pikiran orang-orang kafir dan membuat mereka mengenal nama beliau dan Islam.[]

SUMBER: SIRAH RASULULLAH: Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Penulis: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakafuri, Penerbit: Ummul Qura

 

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response