Historia/Tarikh

Mengirim Surat ke Beberapa Raja (Bagian Pertama)

Foto: Unsplash
38views

Pada akhir tahun 6 H., setelah kembali dari Hudaibiyah, Rasulullah ﷺ menulis surat yang ditujukan kepada beberapa raja yang berisi seruan agar mereka masuk kepada Islam. Saat hendak menulis surat-surat yang ditujukan kepada beberapa raja, ada seseorang yang memberi tahu, “Sesungguhnya mereka tidak akan mau menerima kecuali jika surat itu disertai cap stempel. Karena itu, beliau membuat stempel yang terbuat dari perak, dengan cetakan yang berbunyi, “Muhammad Rasul Allah”. Cetakan tulisan ini tersusun dalam tiga baris: “Muhammad” satu baris, “Rasul” satu baris dan “Allah” satu baris, dengan susunan yang dimulai dari bawah:

الله

رسول

محمد

Beliau menunjuk beberapa orang sahabat sebagai kurir yang cukup mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Beliau mengutus para kurir ini untuk menemui beberapa raja. Allamah Al-Manshurfuri memastikan bahwa beliau mengutus para kurir ini pada awal Muharam 7 H., beberapa hari sebelum pergi ke Khaibar. Berikut ini uraian dan isi surat-surat tersebut:

Surat kepada Najasyi, Raja Habasyah

Raja Habasyah yang dikenal Najasyi ini nama aslinya adalah Ashhamah bin Al-Abjar. Rasulullah ﷺ menulis surat ini dan dikirim melalui kurir Amr bin Umayyah Adh-Dhamri pada akhir tahun 6 H. atau pada Muharam 7 H. Ath-Thabari telah menyebutkan teks surat itu, tetapi perlu penelitian lebih lanjut. Sebab, ada kemungkinan itu bukan teks surat yang ditulis Nabi ﷺ setelah perjanjian Hudaibiyah, melainkan surat yang dibawa Ja’far ketika dia hijrah ke Habasyah bersama rekan-rekannya semasa periode Mekkah. Apalagi di akhir surat itu disebutkan orang-orang yang hijrah, dengan redaksi: “Aku telah mengutus kepada kalian anak pamanku, Ja’far, bersama beberapa orang Muslim. Jika dia telah datang, terimalah dia dan janganlah berbuat sewenang-wenang kepadanya.”

BACA JUGA: Hijrah Pertama Pengikut Rasulullah ke Habasyah

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Ishaq teks surat yang ditulis Nabi ﷺ kepada Najasyi. sebagai berikut:

“Dari Muhammad, seorang nabi kepada Najasyi, Al-Ashham, pemimpin Habasyah. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya, yang tidak mempunyai pendamping dan anak, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku menyeru Tuan dengan seruan Islam, bahwa aku adalah Rasul-Nya. Maka, masuklah Islam niscaya Tuan akan selamat.

“Katakanlah, ‘Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling, katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim.’” (QS. Ali Imran [3]: 64).

Jika Tuan menolak, Tuan akan menanggung dosa orang-orang Nasrani dari kaum Tuan.”

Seorang peneliti yang cukup terkenal, Dr. Humaidillah Baris, menyebutkan teks surat kepada Najasyi ini, tetapi isinya jauh berbeda. Ibnul Qayyim juga menyebutkannya dengan sedikit perbedaan dalam susunan kalimat. Dalam penelitian ini, Dr. Humaidillah telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengungkapkannya dengan berbagai sarana penelitian yang memungkinkan. Dia menyebutkan teks surat ini sebagai berikut:

“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dari Muhammad, Rasul Allah kepada Najasyi, pemimpin Habasyah. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, amma ba’d:

Aku memuji bagi Tuan kepada Allah yang tiada llah yang berhak disembah selain-Nya. Dia-lah Penguasa Yang Mahasuci, Pemberi kesejahteraan, Pemberi perlindungan dan Yang Berkuasa. Aku bersaksi bahwa Isa bin Maryam adalah Ruh Allah dan Kalimat-Nya, yang ditiupkan kepada Maryam yang perawan, baik dan menjaga kehormatan diri. Lalu, dia mengandung Isa dari ruh dan tiupan-Nya, sebagaimana Dia menciptakan Adam dengan Tangan-Nya. Aku menyeru kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya dan senantiasa menaati-Nya, dan hendaklah Tuan mengikutiku, beriman kepada apa yang diberikan kepadaku. Sesungguhnya aku adalah Rasul Allah. Dan Aku menyeru Tuan dan pasukan Tuan kepada Allah Azza wa Jalla. Aku sudah mengajak dan memberi nasihat. Maka terimalah nasihatku. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk.”

Dr. Al-Muhtaram menegaskan bahwa surat yang ditulis Nabi ﷺ ini setelah perjanjian Hudaibiyah. Adapun tentang keabsahan teks surat tersebut memang perlu penelitian lebih lanjut, dengan melihat kepada beberapa dalil. Untuk mengatakan bahwa surat ini ditulis setelah Hudaibiyah pun, sebenarnya tidak ada dalil yang menguatkannya. Redaksi yang disebutkan Al-Baihaqi dari Ibnu Ishaq mirip dengan surat yang ditulis Nabi ﷺ kepada beberapa raja dan amir Nasrani setelah Hudaibiyah, yang di dalamnya ada ayat Al-Qur’an tersebut.

Kemiripan lainnya adalah dalam kandungannya. Di sini disebutkan nama Al-Ashhamah secara jelas, sedangkan surat yang disebutkan Dr. Humaidillah, menurut kami adalah surat yang ditulis beliau kepada pengganti Ashhamah setelah dia meninggal dunia. Ada kemungkinan, inilah sebabnya mengapa dalam surat ini tidak disebutkan nama secara jelas. Menurut pendapat kami, urutan-urutan ini sama sekali tidak dikuatkan dengan dalil yang pasti selain dari beberapa penguat internal yang bisa dipahami dari isi surat-surat tersebut.

Namun, Dr. Humaidillah berani memastikan bahwa teks surat yang disebutkan Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas adalah surat yang ditulis Nabi ﷺ kepada pengganti Ashhamah setelah dia meninggal dunia. Padahal, nama Ashhamah disebutkan secara jelas. Wallahu a’lam

Setelah Amr bin Umayyah Adh-Dhamri menyampaikan surat Nabi ﷺ kepada Raja Najasyi, dia langsung memungut surat itu dan meletakkannya di depan matanya. Dia turun dari kasurnya ke atas lantai, lalu masuk Islam di hadapan Ja’far bin Abu Thalib. Najasyi menulis balasan kepada Nabi saat itu juga. Inilah isi surat balasan tersebut:

“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang Kepada Muhammad Rasul Allah dari Najasyi Ashhamah. Kesejahteraan bagi engkau wahai Nabi Allah, dari Allah dan rahmat Allah serta berkah- Nya. Demi Allah yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, amma ba’d,

BACA JUGA: Perjanjian Hudaibiyah: Hikmah-Hikmah Penting yang Dapat Dipetik

Telah kuterima surat Tuan, wahai Rasul Allah, yang di dalamnya Tuan menyebut masalah Isa. Demi Rabb langit dan bumi. Sesungguhnya Isa memang tidak lebih dari apa yang Tuan sebutkan itu, dan dia memang seperti yang Tuan katakan, dan kami juga sudah tahu isi surat yang Tuan kirimkan kepada kami. Kami telah menampung anak pamanmu dan rekan-rekannya. Aku pun bersaksi bahwa Tuan adalah Rasul Allah yang benar dan dibenarkan. Aku telah bersumpah setia kepada Tuan, bersumpah setia kepada anak paman Tuan, dan aku telah berserah diri (masuk Islam) di hadapannya kepada Allah, penguasa semesta alam.”

Nabi ﷺ meminta kepada Najasyi agar mengirim Ja’far dan rekan- rekannya yang hijrah ke Habasyah. Maka, dia mengirim mereka dengan menaiki dua perahu. Amr bin Umayyah Adh-Dhamri juga ikut dalam rombongan ini, hingga mereka bertemu Nabi, yang saat itu sedang berada di Khaibar. Raja Najasyi ini meninggal dunia pada Rajab 7 H., setelah Perang Tabuk. Rasulullah ﷺ bersedih atas kematiannya dan mengucapkan bela sungkawa. Beliau juga melaksanakan shalat gaib. Sepeninggalnya, ada raja lain yang menggantikan kedudukannya dan beliau menulis surat lagi kepada penggantinya itu. Namun, tidak bisa dilacak apakah penggantinya tersebut juga masuk Islam ataukah tidak.

 

Surat kepada Muqauqis, Raja Mesir

Nabi ﷺ menulis surat kepada Juraij bin Mata, yang bergelar Muqauqis, raja Mesir dan Iskandaria. Inilah isi surat beliau:

“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya, kepada Muqauqis Raja Qibthi. Keselamatan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, amma ba’d.

Aku menyeru Tuan dengan seruan Islam. Masuklah Islam, niscaya Tuan akan selamat. Masuklah Islam, niscaya Allah memberikan pahala kepada Tuan dua kali lipat. Namun, jika Tuan berpaling, Tuan akan menanggung dosa penduduk Qibthi.

“Katakanlah, ‘Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling, katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim.’” (QS. Ali Imran [3]: 64).

Surat ini diantarkan oleh Hathib bin Abu Balta’ah.

Setelah menghadap Muqauqis, Hathib berkata kepadanya, “Sebelum Tuan ada seseorang yang mengaku bahwa dia adalah Tuhan yang paling tinggi. Lalu, Allah menimpakan hukuman kepadanya di dunia dan di akhirat. Allah menyiksanya lalu menyiksanya lagi. Maka, ambillah pelajaran darinya, dan jangan sampai ada orang lain yang mengambil pelajaran dari Tuan.”

Muqauqis berkata, “Kami mempunyai agama yang tidak akan kami tinggalkan, kecuali jika ada agama lain yang lebih baik lagi.”

Hathib berkata, “Kami mengajakmu kepada Islam yang Allah telah mencukupkannya dari agama yang lain. Nabi ini menyeru semua manusia, yang paling ditekan Quraisy, yang paling dimusuhi Yahudi dan yang paling dekat dengan orang-orang Nasrani. Demi Allah, kabar yang dibawa Musa tentang Isa sama dengan kabar yang dibawa Isa tentang Muhammad. Seruan kami di hadapan Tuan kepada Al-Quran sama dengan seruan Tuan yang memegang Taurat kepada Injil. Setiap nabi yang sudah mengenal suatu kaum maka kaum itu adalah umatnya. Intinya, mereka harus menaatinya. Tuan termasuk orang yang sudah mengenal nabi ini. Kami tidak melarang kalian dari agama Al-Masih, tetapi kami memerintahkan kalian untuk tetap berpegang kepadanya.”

BACA JUGA: Perjanjian Hudaibiyah: Pengukuhan Butir-Butir Perjanjian dan Kasus Abu Jandal  

Muqauqis berkata, “Memang aku telah memerhatikan agama nabi ini, dan tahu bahwa dia tidak memerintahkan untuk menghindari agama Al-Masih, tidak pula seperti tukang sihir yang sesat atau dukun yang suka berdusta. Aku melihat dia membawa tanda kenabian, dengan mengeluarkan yang tersembunyi dan mengabarkan rahasia. Aku akan mempertimbangkannya.”

Ia kemudian mengambil surat Nabi ﷺ,memberinya stempel, lalu diserahkan kepada pembantunya. Kemudian, dia memanggil seorang sekretaris dan mendiktekan surat balasan untuk beliau, yang ditulis dalam bahasa Arab: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Kepada Muhammad bin Abdullah, dari Muqauqis, pemimpin Qibthi. Kesejahteraan bagi Tuan, amma ba’d.

Saya telah membaca surat Tuan dan bisa memahami isinya serta apa yang Tuan serukan. Saya sudah tahu bahwa ada seorang nabi yang masih tersisa. Menurut perkiraan saya, dia akan muncul dari Syam. Saya hormati utusan Tuan, dan kini kukirimkan dua gadis yang mempunyai kedudukan terhormat di masyarakat Qibthi dan beberapa lembar kain. Saya hadiahkan pula seekor keledai agar dapat Tuan pergunakan sebagai tunggangan. Salam sejahtera bagi Tuan.”

Itulah isi surat tersebut dan dia tidak menyatakan masuk Islam. Dua gadis yang dimaksud adalah Mariyah dan Sirin. Adapun keledai yang bernama Duldul, ia tetap hidup hingga zaman Muawiyah.

Rasulullah ﷺ mengambil Mariyah sebagai istri beliau dan dari rahimnya lahirlah Ibrahim, putra beliau. Sementara itu, Sirin diberikan kepada Hassan bin Tsabit Al-Anshari.[]

SUMBER: SIRAH RASULULLAH: Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Penulis: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakafuri, Penerbit: Ummul Qura

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response