Tafsir

Penjelasan tentang Bukti-Bukti Kesesatan Kaum Nasrani

Foto: Unsplash
48views

Allah berfirman dalam Surah Al-Ma’idah (5) ayat 77

قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَاَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاۤءِ السَّبِيْلِ

Katakanlah: Hai, Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.’”

BACA JUGA: Penjelasan tentang Beda Ahli Kitab dan Kaum Musyrik

Firman Allah,

قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ

Katakanlah: ‘Hai, Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian.’”

Dalam ayat ini, Allah melarang ahli kitab dari melampaui batas. Menurut Ibnu Qayyim, ayat tersebut adalah karangan Nasrani pada zaman Rasulullah ﷺ karena ayat-ayat sebelumnya tentang orang-orang besarnya. Dalam ayat sebelumnya, yakni dalam  Surah Al-Ma’idah (5) ayat 73, ditegaskan:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ ثَالِثُ ثَلٰثَةٍ

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Allah salah satu dari yang tiga.’”

Adapun mayoritas ulama tafsir mengatakan bahwa ayat ini mencakup Ahli Kitab secara umum, baik pada zaman Rasulullah ﷺ maupun setelahnya.

Kalangan Yahudi melampaui batas dengan mengatakan Uzair adalah putra Allah. Mereka memuji Uzair secara berlebihan. Mereka mengklaim bahwasanya Uzair bisa mendiktekan kembali Taurat yang hilang kepada mereka. Inilah yang menyebabkan mereka berlebihan dalam menyanjung Uzair.

Di antara bentuk melampaui batas lainnya adalah mereka bersikap kasar terhadap Nabi Isa. Mereka menuduh Nabi Isa adalah anak zina, yaitu anak yang lahir tanpa pernikahan yang sah. Cukup banyak sanggahan terhadap pernyataan mereka dalam Al-Quran, di antaranya dengan menyebutkan bahwa Maryam adalah wanita yang menjaga kemaluannya, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Anbiya (21) ayat 91:

وَالَّتِيْٓ اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا

Dan Maryam telah memelihara kemaluannya….

BACA JUGA: Tiga Kelompok Kaum Nasrani tentang Nabi Isa a.s.

Sementara itu, kalangan Nasrani melampaui batas karena, antara lain, dengan mengangkat Nabi Isa sebagai Tuhan atau sebagai Putra Allah. Begitu juga dengan penyikapan mereka terhadap Malaikat Jibril sebagai Ruh Kudus serta terhadap Maryam (Maria) sebagai sesembahan. Mereka juga berlebihan dalam peribadatan. Pendeta-pendeta mereka melakukan praktik rahbaniyyah (tidak mau menikah) dalam rangka beribadah kepada Allah. Padahal, hal ini tidak pernah disyariatkan oleh Allah.

Termasuk sikap berlebihan Ahli Kitab adalah mereka mengubah hukum-hukum yang ada pada kitab suci mereka.

Firman Allah,

وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَاَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاۤءِ السَّبِيْلِ

“Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.”

Allah melarang untuk mengikuti jejak langkah orang-orang yang telah sesat, termasuk kalangan ahli kitab. Terlebih pemuka agama mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan.

Seorang sahabat, Adi bin Hatim, sebelumnya adalah Nasrani. Ketika ia mendengar firman Allah yaitu dalam Surah At-Taubah (9) ayat 31:

اِتَّخَذُوْٓا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَۚ 

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan Isa bin Maryam adalah putra Allah….”

Maka, ia berkata, “Wahai Rasulullah, kami dahulu tidak menyembah para pendeta dan rahib.” Lalu, Rasulullah ﷺ bertanya, “Bukankah para pendeta itu mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka kalian juga ikut mengharamkan? Bukankah para pendeta tersebut jika menghalalkan apa yang Allah haramkan, maka kalian juga ikut menghalalkan?” Adi bin Hatim membenarkan. Maka, Rasulullah ﷺ bersabda, “Itulah bentuk peribadatan mereka kepada mereka.”

BACA JUGA: Bantahan terhadap Umat Nasrani yang Menyatakan Isa a.s. Adalah Anak Allah

Oleh karenanya Allah berfirman,

وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ

Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya.”

Ahli Kitab sebelumnya telah sesat dalam banyak hal, baik dalam masalah ketuhanan, penghalalan maupun pengharaman. Banyak hukum syariat yang mereka tinggalkan, terlebih di kalangan Nasrani. Kebanyakan mereka tidak puasa serta meninggalkan syariat memakai jilbab kecuali suster-suster mereka. Mereka juga menghalalkan babi yang hukum asalnya haram. Sedangkan sebagian orang Yahudi masih berpegang teguh dengan syariat sebagian Taurat.

Selain sesat, mereka juga menyesatkan banyak orang. Dahulu orang-orang Nasrani melakukan muktamar-muktamar dalam rangka membicarakan ketuhanan. Diawali dengan Konsili Nicea 1 pada tanggal 20 Mei-19 Juni 325 M. Pada muktamar ini, mereka membantah pemikiran Arianisme, sebutan bagi teolog anti-Tritunggal, karena yang menganggap Isa (Yesus) sebagai makhluk yang diperanakkan. Konsili Nicea ini mendeklarasikan antara lain Isa (Yesus) sehakikat dengan Allah (homoousios). Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.

Selanjutnya, pada tahun 381 M terjadi Konsili Konstantinopel 1 yang disebut juga Konsili (sinode) Ekumenis 2. Konsili ini masih membahas tentang Arianisme yang masih berkembang pasca-Konsili Nicea, dan membantah pengikut Macedonius, Uskup Konstantinopel, yang menisbikan kodrat keilahian dari Ruh Kudus dan menyatakan Ruh Kudus adalah zat tengah yang dijadikan Allah dengan kedudukan antara Allah dalam alam ciptaan ini.

Ajaran Arianisme dan Macedonius ini ditentang oleh mereka. Mereka mengatakan bahwa yang benar Ruh Kudus adalah bagian dari Tuhan. Mereka juga membantah pemikiran Apollinarianisme. Apollinaris, uskup dan teolog dari Laodikea, meyakini bahwa Yesus yang dilahirkan oleh Maria dan kemudian disalib hanyalah seorang manusia dan bukan Allah. Oleh sebab itu, ia menekankan pribadi Yesus Kristus sebagai pribadi yang menginkarnasikan kodrat Ilahi dari logos Ilahi dan sekaligus menyangkal jiwa insani yang terdapat dalam dirinya. Apollinaris mengembangkan konsep logos sarx (Sabda-Daging: Allah yang mengenakan daging) Apollinaris menyatakan bahwa Yesus tidak memiliki daya intelektual insani dan jiwa rasional manusia.

BACA JUGA: Larangan Menjadikan Orang Yahudi dan Nasrani sebagai Wali (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Kemudian, pada tahun 431 M, mereka membahas tentang Ketuhanan Bunda Maria. Intinya banyak pertentangan dan perubahan dalam masalah ketuhanan di kalangan mereka. Ini adalah di antara kesesatan-kesesatan kalangan Nasrani, yang memiliki banyak sekte yang saling berselisih tentang masalah ketuhanan.

Orang-orang Nasrani sebelum datangnya Nabi Muhammad ﷺ telah sesat dan menyesatkan. Setelah datangnya Rasulullah ﷺ mereka juga tersesat dari jalan yang lurus sehingga mereka mengumpulkan dua sifat, yaitu sesat dan menyesatkan.[]

 

SUMBER: TAFSIR AT-TAYSIR SURAH AL-MA’IDAH, Penulis: Ust. Firanda Andirja, Penerbit: Ustadz Firanda Andirja Office

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response