Tafsir

Penjelasan tentang Hukum Menikah dengan Wanita Kafir

Foto: Pixabay
38views

Kaidah fiqih lain yang bisa diperoleh dari Surah al-Ma’idah (5) ayat 5 adalah tentang hukum menikah dengan wanita kafir.

Firman Allah:

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mahar mereka untuk menikahinya tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Siapa yang kafir setelah beriman, maka sungguh sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

Tentang menikah dengan wanita kafir terbagi menjadi dua:

Pertama, menikahi wanita kafir non-Ahli Kitab

Hukum bagi seorang Muslim yang menikahi seorang wanita kafir non-Ahli Kitab adalah haram. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ

Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.

BACA JUGA: Empat Macam Pernikahan Zaman Jahiliyah

Ayat ini menjadi dalil bahwa menikahi wanita kafir non-Ahli Kitab hukumnya haram. Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat ini juga mencakup ahli kitab, tetapi di-mansukh-kan atau dikhususkan oleh ayat ini, yakni Surah Al-Ma’idah ayat 5:

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ

Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu.

Kedua, menikahi wanita kafir Ahli Kitab. Hukum menikahi wanita kafir ahli Kitab adalah halal, dengan syarat:

  1. Wanita tersebut termasuk dalam perempuan-perempuan yang menjaga diri, bukan wanita pezina. Hukum seorang Muslim yang menikahi seorang wanita Yahudi/Nasrani pezina adalah haram.
  2. Wajib memberikan mahar.
  3. Tidak bermaksud berzina dengannya berdasarkan firman Allah, “Apabila kamu membayar mahar mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan-perempuan piaraan“.

Mayoritas ulama membolehkan hal tersebut. Namun, sebagian ulama berpendapat tidak boleh berdasarkan ucapan Ibnu Umar, “Aku tidak mengetahui ada kesyirikan yang lebih besar daripada seorang wanita yang mengatakan Rabb-nya adalah Nabi Isa”.

Mereka memasukkannya ke dalam kategori wanita dari kaum musyrik. Namun, pendapat yang lebih tepat dan dipilih oleh penulis tafsir adalah yang membolehkan. Perhatikan ketika Allah menjelaskan tentang makanan:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ

Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu dan makananmu halal bagi mereka.

BACA JUGA: Penegasan tentang Hewan-Hewan yang Haram untuk Dimakan

Ada timbal balik bahwa makanan orang kafir Ahli Kitab halal bagi Muslim dan makanan Muslim juga halal bagi mereka. Namun, dalam masalah pernikahan, tidak ada timbal balik sebagaimana tentang makanan. Allah menjelaskan bahwa wanita-wanita muslimah tidak boleh menikahi pria Ahli Kitab. Namun, yang dibolehkan hanyalah seorang Mukmin menikahi wanita kafir Ahli Kitab.

Mengapa demikian? Hal ini terjadi karena masalah makanan tidak berkaitan dengan masalah wilayah/kekuasaan. Lain halnya dengan masalah pernikahan. Suami menjadi pemimpin keluarga, sementara posisi wanita lebih lemah: bisa diatur oleh suaminya bahkan bisa dijadikan murtad oleh suaminya.

Pada zaman sekarang pun cukup sering terjadi pria Nasrani menikah dengan wanita-wanita beriman yang akhirnya mereka pun dimurtadkan. Apalagi jika mereka telah memiliki anak, sementara hati istri telah bergantung kepada suami dan anak-anak bergantung kepada ayah mereka, maka potensi pemurtadan sangat besar. Bahkan, banyak pria kafir berpura-pura masuk Islam, lalu menikah dengan wanita Muslimah. Ketika keduanya telah memiliki anak, lelaki tersebut memaksa istrinya untuk murtad.

Oleh karena itu, tidak boleh bagi lelaki kafir, baik Yahudi atau Nasrani, menikah dengan wanita Muslimah. Yang dibolehkan adalah lelaki beriman menikah dengan wanita kafir Ahli Kitab.

Perhatikanlah! Ketika Allah membolehkan lelaki beriman menikah dengan wanita ahli kitab, maka pembolehan tersebut bukanlah bermakna penganjuran. Allah berfirman:

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ

Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mahar mereka untuk menikahinya tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan.

Dari ayat tersebut, jelas bahwa Allah mendahulukan penyebutan wanita-wanita yang beriman. Berbeda hanya ketika Allah menjelaskan tentang makanan, maka Allah menyebutkan makanan Ahli Kitab terlebih dahulu kemudian makanan orang-orang beriman. Maka, hendaklah mencari istri dari kalangan wanita beriman karena dia yang kelak mengasuh dan merawat anak-anak, sedangkan sebagai seorang suami wajib menjaga agama keluarganya.

Terkait persoalan pria, Nabi ﷺ telah bersabda, “Jika telah datang kepada kalian orang yang kalian ridha terhadap agama dan akhlaknya maka nikahkanlah (anak perempuan kalian) dengannya”. Di samping itu, Rasulullah ﷺ juga bersabda terkait wanita, “Maka pilihlah perempuan yang memiliki agama, niscaya engkau akan beruntung”.

Pada akhir ayat ke-5 tersebut, Allah menjelaskan tentang bahaya kesyirikan. Allah berfirman:

وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Siapa yang kafir setelah beriman, maka sungguh sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

BACA JUGA: Penjelasan tentang Makna Kufur dan Syirik

Setelah Allah menjelaskan tentang dibolehkannya menikah dengan wanita Ahli Kitab, Allah menutupnya dengan firman-Nya tersebut. Ini menunjukkan beberapa faedah, di antaranya:

  1. Jangan sampai takjub dan condong hati kepada wanita Ahli Kitab sehingga kemudian takjub dengan agamanya. Seorang istri yang beragama Yahudi/Nasrani, maka kelak dia akan masuk ke dalam neraka.
  2. Allah menjelaskan bahwa hukum dunia berbeda dengan hukum akhirat. Artinya, di dunia seorang suami Muslim dan istri kafir boleh tinggal bersama, tetapi tidak demikian untuk kehidupan akhirat.
  3. Bukankah kesempurnaan nikmat surga dikumpulkan bersama istri?

Allah berfirman dalam Surah Ar-Ra’d (11) ayat 23:

جَنّٰتُ عَدْنٍ يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَاۤىِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِمْ مِّنْ كُلِّ بَابٍۚ

(Yaitu) surga-surga Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.

Oleh karenanya, jika seorang Muslim memiliki istri dari Ahli Kitab, dia tidak akan bisa tinggal dengan istrinya tersebut di surga kelak. Meskipun dibolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan hukum tersebut berlaku hingga sekarang, di penghujung ayat Allah memberikan peringatan bahwa jika di dunia agama suami istri berbeda, di akhirat kelak pun tempat kembali mereka juga berbeda.

Intinya, dalam kondisi tertentu, hukum ini masih tetap berlaku dan agama Islam memerhatikan maslahat. Boleh jadi, seorang Muslim menikah dengan wanita Yahudi/Nasrani dan jika dia memiliki ilmu agama maka dia bisa mengajaknya untuk memeluk agama Islam dan mengajarkannya kepada mereka.[]

SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR SURAH Al-MA’IDAH, Karya: Ust. Firanda Andirja, Penerbit: Ustadz Firanda Andirja Office

 

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response