Historia/Tarikh

Sejarah Perang Ahzab (Perang Khandaq): Bantuan Nu’aim bin Mas’ud bin Amir Al- Asyja’i

foto: unsplash
24views

Ini merupakan situasi yang sangat rawan yang pernah dihadapi kaum Muslimin. Antara posisi mereka dan posisi Yahudi Bani Quraizhah tidak ada penghalang sedikit pun andaikan mereka memukul dari belakang. Sementara di hadapan mereka ada pasukan musuh yang tidak mungkin ditinggalkan. Di sisi lain, tempat penampungan para wanita dan anak- anak tidak jauh dari posisi Bani Quraizhah yang berkhianat. Apalagi tempat itu tidak dijaga oleh pasukan. Keadaan mereka telah digambarkan Allah melalui firman-Nya dalam Surah Al-Ahzab (33) ayat 10-11:

 

اِذْ جَاۤءُوْكُمْ مِّنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ اَسْفَلَ مِنْكُمْ وَاِذْ زَاغَتِ الْاَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوْبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ الظُّنُوْنَا۠ ۗ (10) هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُوْنَ وَزُلْزِلُوْا زِلْزَالًا شَدِيْدًا (11)

“Dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.”

BACA JUGA: Sejarah Perang Ahzab (Perang Khandaq): Pembangunan Parit

Sikap hipokrit orang-orang munafik juga mulai muncul ke permukaan. Sebagian di antara mereka ada yang berkata, “Kemarin Muhammad berjanji kepada kami bahwa kami akan mengambil harta simpanan Kisra dan Qaishar. Namun, hari ini tak seorang pun di antara kami yang merasa aman terhadap dirinya sekalipun hanya untuk buang hajat.” Seorang yang lain lagi ada yang berkata kepada sekumpulan kaumnya. “Rumah kami akan menjadi sasaran musuh. Maka, izinkan kami untuk pergi dari sini dan pulang ke rumah kami karena rumah kami berada di luar Madinah.” Allah berfirman tentang mereka ini sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Ahzab (33) ayat 12-13:

وَاِذْ يَقُوْلُ الْمُنٰفِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ مَّا وَعَدَنَا اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اِلَّا غُرُوْرًا (12) وَاِذْ قَالَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْهُمْ يٰٓاَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوْا ۚوَيَسْتَأْذِنُ فَرِيْقٌ مِّنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُوْلُوْنَ اِنَّ بُيُوْتَنَا عَوْرَةٌ ۗوَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ ۗاِنْ يُّرِيْدُوْنَ اِلَّا فِرَارًا (13)

“Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata. ‘Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.’ Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mreka berkata, ‘Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu.’ Dan sebagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata. ‘Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).’ Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari. “

Setelah mendengar pengkhianatan Bani Quraizhah, Rasulullah ﷺ menggelar kainnya lalu tidur telentang. Beliau diam sekian lama hingga kaum Muslimin mendapat ujian yang cukup berat. Namun, tak lama kemudian, ada harapan. Beliau, bangkit sambil berseru, “Allahu Akbar. Bergembiralah wahai kaum Muslimin dengan kemenangan dan pertolongan dari Allah.”

Kemudian, beliau merancang beberapa strategi untuk menghadapi situasi yang sangat rawan ini. Salah satu strategi yang beliau terapkan ialah dengan mengutus beberapa penjaga ke Madinah untuk mengamankan para wanita dan anak-anak. Tetapi, sebelumnya harus ada upaya untuk mengacaukan pasukan musuh. Untuk memuluskan rencana ini, beliau hendak membuat perjanjian dengan Uyainah bin Hishn dan Al-Harits bin Auf, dua pemimpin Ghathafan. bahwa beliau akan menyerahkan sepertiga hasil panen kurma di Madinah kepada mereka, dengan syarat mereka berdua mau mengundurkan diri dari medan perang bersama kaumnya, lalu membiarkan beliau menghantam Quraisy dan menghancurkan kekuatan mereka.

BACA JUGA: Sejarah Perang Ahzab (Perang Khandaq): Pasukan Musyrik Didera Kebingungan

Terjadi tawar-menawar yang cukup alot. Lalu, beliau meminta pendapat Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah tentang rencana ini. Keduanya berkata, “Wahai Rasulullah, jika Allah memerintahkan engkau untuk mengambil keputusan seperti ini, kami akan tunduk dan patuh. Namun, jika ini merupakan keputusan yang hendak engkau ambil bagi kami, kami tidak membutuhkannya.

Dulu kami dan mereka adalah orang-orang yang sama-sama menyekutukan Allah dan menyembah berhala. Dulu mereka berhasrat memakan kurma dari Madinah dengan cara jual beli atau bila sedang dijamu. Setelah Allah memuliakan kami dengan Islam dan memberi petunjuk Islam serta menjadi jaya bersamamu, mengapa kami harus memberikan harta kami kepada mereka? Demi Allah, kami hanya akan memberikan kepada mereka pedang.” Beliau membenarkan pendapat mereka berdua dan bersabda, “Ini adalah pendapatku sendiri. Sebab, aku melihat semua orang Arab sedang menyerang kalian dari satu busur.”

Kemudian, Allah membuat suatu keputusan dari sisi-Nya yang mampu menghinakan musuh, mengacaukan semua barisan mereka, serta menceraiberaikan persatuan mereka. Di antara langkah permulaannya, seseorang dari Ghathafan yang bernama Nu’aim bin Mas’ud bin Amir Al- Asyja’i menemui Rasulullah ﷺ dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah masuk Islam. Sementara kaumku tidak mengetahui tentang keislamanku ini. Maka, perintahkanlah kepadaku apa pun yang engkau kehendaki!” Beliau bersabda, “Engkau adalah orang satu-satunya. Bantulah kami menurut kesanggupanmu karena peperangan itu adalah tipu muslihat.”

Seketika itu pula Nu’aim pergi menemui Bani Quraizhah, yang menjadi teman karibnya semasa Jahiliyah. Dia menemui mereka dan berkata, “Kalian sudah tahu cintaku kepada kalian, khususnya antara diriku dan kalian.” Mereka menjawab, “Engkau benar.”

Nu’aim berkata, “Orang-orang Quraisy tidak bisa disamakan dengan kalian. Negeri ini adalah negeri milik kalian. Di sini ada harta benda, anak-anak dan istri-istri kalian. Kalian tidak akan sanggup meninggalkan negeri ini untuk pindah ke tempat lain. Berbeda dengan Quraisy dan Ghathafan, mereka datang ke sini untuk memerangi Muhammad dan rekan-rekannya, lalu kalian menampakkan dukungan terhadap mereka. Sementara itu, negeri, harta benda, dan wanita-wanita mereka berada di tempat lain. Jika mereka mendapatkan kesempatan, tentu kesempatan itu akan dipergunakan sebaik-baiknya. Namun, bila tidak, mereka akan kembali lagi ke negeri mereka dan meninggalkan kalian, dan Muhammad akan melampiaskan dendamnya terhadap kalian.”

BACA JUGA: Perang Bani Quraizhah (Bagian Kedua – Habis)

Mereka bertanya, “Lalu, bagaimana sebaiknya, wahai Nu’aim?” la menjawab, “Kalian tidak perlu berperang bersama mereka, kecuali bila mereka memberikan jaminan kepada kalian.” Mereka berkata, “Engkau telah memberikan pendapat yang sangat tepat!”

Setelah itu, Nu’aim menemui orang-orang Quraisy dan berkata kepada mereka. “Kalian sudah tahu cintaku kepada kalian dan nasihat-nasihat yang pernah kusampaikan kepada kalian.” Mereka berkata, “Engkau benar.”

Dia berkata lagi. “Rupanya orang-orang Yahudi merasa menyesal karena telah melanggar perjanjian mereka dengan Muhammad dan rekan-rekannya. Mereka diam-diam mengirim utusan untuk menemui Muhammad bahwa mereka hendak meminta jaminan kepada kalian, namun jaminan itu akan diserahkan kepada Muhammad. Tentu saja, mereka akan berpaling dari kalian. Bila mereka meminta jaminan kepada kalian, kalian tidak perlu memberikannya kepada mereka.”

Setelah itu, Nu’aim menemui orang-orang Ghathafan dan mengatakan hal yang sama kepada mereka.

Tepat pada malam Sabtu, bulan Syawwal tahun 5 H, orang-orang Quraisy mengirim utusan untuk menemui orang-orang Yahudi agar menyampaikan pesan: “Kami tidak mungkin berlama-lama di sini. Apabila kondisi unta dan kuda kami sudah banyak yang melemah, maka bangkitlah pada saat itu bersama kami untuk menghabisi Muhammad.”

Orang-orang Yahudi mengirim utusan kepada kaum Quraisy agar menyampaikan pesan: “Hari ini adalah hari Sabtu. Kalian sudah tahu akibat yang menimpa orang-orang sebelum kami karena mereka berperang pada hari ini. Selain itu, kami hanya mau berperang bersama kalian setelah kalian memberikan jaminan kepada kami.”

Setelah orang-orang Quraisy dan Ghathafan mengetahui apa yang dikatakan oleh utusan Yahudi tersebut, mereka berkata, “Demi Allah, ternyata benar apa yang dikatakan oleh Nu’aim kepada kalian.” Mereka mengirim utusan kepada orang-orang Yahudi dengan membawa pesan: “Demi Allah, kami tidak akan mengirim seorang pun kepada kalian, Bergabunglah bersama kami untuk membunuh Muhammad.”

Bani Quraizhah berkata, “Demi Allah, ternyata benar apa yang diucapkan oleh Nu’aim kepada kalian.” Dengan demikian, Nu’aim mampu memperdayai kedua belah pihak dan menciptakan perpecahan di barisan musuh sehingga semangat mereka menjadi turun drastis.

Sementara itu, kaum Muslimin selalu berdoa kepada Allah, “Ya Allah, tutupilah kelemahan kami dan hilangkanlah kekhawatiran kami. Rasulullah ﷺ sendiri juga berdoa untuk kehancuran pasukan sekutu. Beliau bersabda, “Ya Allah yang menurunkan Al-Kitab dan yang cepat hisab-Nya, kalahkanlah pasukan musuh. Ya Allah, kalahkanlah dan guncangkanlah mereka.”

Allah mendengar doa Rasul-Nya dan kaum Muslimin. Setelah muncul perpecahan di barisan orang-orang musyrik dan mereka bisa diperdayai, Allah mengirimkan angin topan kepada mereka sehingga kemah-kemah mereka porak-poranda. Tidak ada sesuatu yang tegak melainkan pasti ambruk, tidak ada yang menancap melainkan pasti tercabut, dan tak ada sesuatu pun yang bisa berdiri tegak di tempatnya. Allah juga mengirim pasukan yang terdiri dari para malaikat yang membuat mereka menjadi gentar dan kocar-kacir. Allah menyusupkan ketakutan ke dalam hati mereka.

Pada malam yang dingin dan menusuk tulang itu, Rasulullah ﷺ mengutus Hudzaifah bin Al-Yaman untuk menemui orang-orang Quraisy dan kembali lagi membawa kabar tentang keadaan mereka yang seperti itu. Bahkan, mereka sudah bersiap-siap untuk kembali ke Mekkah. Hudzaifah bin Al-Yaman menemui beliau dan mengabarkan niat mereka untuk kembali ke Mekkah. Keesokan harinya beliau mendapatkan musuh sudah diusir Allah dan hengkang dari tempatnya, tanpa membawa keuntungan apa-apa.

Cukuplah Allah yang memerangi mereka, memenuhi janji-Nya, memuliakan pasukan-Nya, menolong hamba-Nya, dan hanya menimpakan kekalahan kepada pasukan musuh. Setelah itu, beliau kembali ke Madinah.

BACA JUGA: Perang Bani Quraizhah (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Perang Khandaq ini terjadi pada Syawwal tahun 5 H, menurut pendapat yang lebih kuat. Orang-orang musyrik mengepung Rasulullah ﷺ dan menyerang kaum Muslimin selama sebulan penuh atau mendekati itu. Dengan mengompromikan beberapa buku rujukan, dapat diambil kesimpulan bahwa permulaan pengepungan pada Syawwal dan berakhir pada Dzulqa’dah. Menurut riwayat Ibnu Sa’ad, Rasulullah ﷺ pada hari Rabu, seminggu sebelum habisnya bulan Dzulqa’dah.

Perang Ahzab tidak mengakibatkan kerugian, tetapi merupakan perang urat syaraf. Tidak ada pertempuran yang menyakitkan dalam peristiwa ini. Tetapi, dalam catatan sejarah Islam, ini merupakan peperangan yang sangat menegangkan, yang berakhir dengan pelecehan di pihak pasukan musyrikin dan memberi kesan bahwa kekuatan sebesar apa pun yang ada di Arab tidak akan sanggup melumatkan kekuatan lebih kecil yang sedang mekar di Madinah.

Semua bangsa Arab tidak sanggup menghimpun kekuatan yang lebih besar daripada pasukan Ahzab ini. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketika Allah sudah mengalahkan pasukan musuh. Sekarang kitalah yang menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita. Kitalah yang akan mendatangi mereka.”[]

SUMBER: SIRAH RASULULLAH: Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Penulis: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakafuri, Penerbit: Ummul Qura

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response