Kisah

Kisah tentang Tragedi B’ir Ma’unah

Foto: Unsplash
29views

Tragedi ini bermula dari kedatangan Abu Bara’ Amir bin Malik, yang dijuluki Si Jago Tombak, menemui Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ menyerunya agar masuk Islam, tetapi dia menolak. Namun, ia tidak menunjukkan permusuhan. Bahkan, dia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana bila engkau mengutus para sahabatmu ke penduduk Najd agar mendakwahi mereka kepada agamamu? Aku berharap mereka memenuhi seruanmu.” Beliau menjawab, “Aku khawatir penduduk Najd akan mencelakai mereka.” Abu Bara’ berkata, “Aku menjamin keamanan mereka.”

Akhirnya, beliau mengutus 40 orang. Ini menurut pendapat Ibnu Ishaq, sedangkan dalam riwayat Ash-Shahih disebutkan 70 orang, dan inilah pendapat yang benar. Beliau menunjuk Al-Mundzir bin Amr dari Bani Sa’idah, yang berjudul Al-Ma’niqu Liyamuta, sebagai pemimpin rombongan yang terdiri dari para sahabat pilihan dan penghafal Al-Quran.

BACA JUGA: Kisah Perang Badar

Bersama Abu Bara’, mereka mengadakan perjalanan pada siang hari. Mereka juga membeli makanan untuk dibagi-bagikan kepada penduduk yang dilewati sambil membacakan Al-Quran kepada mereka. Pada malam harinya, mereka shalat malam. Akhirnya, mereka tiba di B’ir Ma’unah, daerah yang diapit Bani Amir dan Harrah Bani Sulaim.

Setelah menetapkan untuk singgah di sana, Haram bin Milhan diutus untuk menyampaikan surat Rasulullah ﷺ kepada musuh Allah, Amir bin Ath-Thufail. Setelah menerima surat itu, Amir sama sekali tidak mau membacanya dan dia memerintahkan seseorang untuk menikam Haram dengan tombak dari arah belakang.

Allahu Akbar. Aku telah beruntung demi Zat yang Menjaga Ka’bah,” kata Haram saat tubuhnya tertembus tombak dan dia melihat darah yang meleleh. Seketika itu pula musuh Allah, Amir bin Ath-Thufail mengajak Bani Amir untuk menghabisi kaum Muslimin. Namun, nereka menolak ajakannya itu karena mereka terikat perjanjian persahabatan dengan Abu Bara’ yang telah menjamin keselamatan rombongan kaum Muslimin.

Kemudian, Amir bin Ath-Thufail mendatangi beberapa kabilah dari Bani Sulaim. Ajakannya itu disambut oleh kabilah Ushayyah, Ri’l, dan Dzakwan. Mereka pun datang dan mengepung para sahabat Rasulullah ﷺ, lalu membunuh semuanya tanpa seorang pun tersisa, kecuali Ka’ab bin Zaid bin An-Najjar. Dia pura-pura mati karena terkena tombak di tengah rekan-rekannya yang sudah mati hingga dia bisa selamat dan tetap hidup sampai Perang Khandaq.

BACA JUGA: Kisah Perang Uhud

Sementara itu, Amr bin Umayyah Adh-Dhamri dan Al-Mundzir bin Uqbah bin Amir yang sedang menggembalakan ternak kaum Muslimin, melihat sekumpulan burung yang berputar-putar tak jauh dari peristiwa pembantaian. Setelah Al-Mundzir tahu apa yang terjadi, dia menyerang orang-orang yang membantai rekan-rekannya hingga terbunuh. Sedangkan, Amr bin Umayyah Adh-Dhamri ditahan oleh mereka. Setelah diketahui ia berasal dari Bani Mudhar, Amir membebaskannya, di samping karena pembelaan seorang budak wanita yang mengaku dulunya milik ibunya.

Amr bin Umayyah pulang ke Madinah hendak menemui Rasulullah ﷺ, membawa kabar menyedihkan yang menimpa 70 orang Muslim pilihan. Jumlah korban yang menyedihkan ini sama dengan jumlah korban Perang Uhud. Hanya saja, dalam Perang Uhud mereka gugur dalam peperangan yang jelas, sedangkan kali ini mereka gugur karena penghianatan yang keji.

Dalam perjalanan ke Madinah dan setibanya di sebuah jalan tembus di Qarqarah, Amr bin Umayyah Istirahat di bawah sebuah pohon. Tak lama kemudian, datang dua orang dari Bani Kilab ikut beristirahat di tempat itu. Setelah kedua orang tersebut tidur, Amr membunuh keduanya. Dia merasa puas dapat membalaskan rekan-rekannya yang telah terbunuh karena dia mengira kedua orang itu termasuk para pengeroyok kaum Muslimin. Padahal, antara Nabi ﷺ dan kabilah kedua orang itu ada perjanjian persahabatan, tetapi Amr tidak mengetahuinya.

Setelah tiba di Madinah, dia langsung mengabarkan apa yang dia lakukan terhadap dua orang tersebut. Beliau bersabda, “Engkau telah membunuh dua orang yang berarti aku harus membayar uang tebusan.” Kemudian, Rasulullah ﷺ sibuk mengumpulkan uang tebusan dari kaum Muslimin dan sekutunya dari kalangan orang-orang Yahudi. Inilah yang menjadi sebab pecahnya perang Bani Nadhir.

BACA JUGA: Kisah Perang Hamra Al-Asad

Nabi ﷺ sangat sedih karena tragedi ini. Beliau amat sedih dan berduka. Bahkan, beliau sempat berdoa untuk melancarkan balasan terhadap kabilah-kabilah yang berkhianat dan membantai para sahabat. Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bahwa dia berkata, “Nabi ﷺ terus berdoa untuk kecelakaan orang-orang yang telah membunuh para sahabat di B’ir Ma’unah selama 30 hari. Beliau berdoa pada shalat Subuh bagi kecelakaan kaum Ri’l, Dzakwan, Lahyan, dan Ushayyah. Beliau bersabda, ‘Ushayyah telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.’” []

SUMBER: SIRAH RASULULLAH: Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Penulis: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Penerbit: Ummul Qura

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response