Tafsir

Penjelasan Tentang Allah Ber-Istiwa’ di Atas Arsy

Foto: Pixabay
49views

Allah berfirman dalam Surah Thaha (20) ayat 5:

اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arsy

Makhluk paling besar yang dapat kita lihat sekarang adalah langit, yang padanya terdapat matahari, rembulan, bintang-bintang, meteor meteor, planet-planet, dan selainnya. Namun ternyata, ada makhluk yang jauh lebih besar daripada langit, yaitu Al-Kursiyy, sebagaimana yang Allah firmankan dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 255:

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ 

Kursi Allah meliputi langit dan bumi…

Dan ternyata, masih ada yang lebih besar lagi daripada kursi Allah, yaitu Arsy Allah. Di sebutkan dalam sebuah riwayat, “Tidaklah Al-Kursiyy jika dibandingkan dengan Arsy melainkan hanya bagaikan perbandingan antara gelang besi dengan padang pasir yang tak bertepi.”

BACA JUGA: Makna Surah Thaha (20) Ayat 1 dan 2

Lalu, bagaimana dengan Allah yang menciptakan itu semua? Tentu jauh lebih besar dan agung daripada itu semua.

Dalam ayat ini, Allah mengatakan bahwa dirinya ber-istiwa’ di atas Arsy. Istiwa’ dalam bahasa Arab artinya berada di atas sesuatu. Banyak sekali ayat yang menyebutkan bahwa istiwa’ ‘ala bermakna berada di atas sesuatu. Contohnya firman Allah dalam Surah Hud (11) ayat 44:

 وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ…

…(Bahtera itu pun) berlabuh di atas bukit Judi…

Makna ini sangatlah dimaklumi dalam bahasa Arab. Karenanya, Imam Malik, ketika ditanya tentang istiwa’ Allah, beliau pun terdiam dan merasa pertanyaan ini sangat berbahaya. Beliau lantas menjawab, “Istiwa’ (dalam bahasa Arab) diketahui (maknanya, yaitu berada di atas). Adapun bagaimana cara Allah ber-istiwa’, maka tidak ada yang tahu. Beriman terhadap Allah ber-istiwa’ di atas Arsy hukumnya wajib, sedangkan bertanya bagaimana Allah ber-istiwa’ adalah bid’ah!”

BACA JUGA: Makna Surah Thaha

Kemudian, Imam Malik pun mengusir si penanya tersebut. Kemarahan ini dikarenakan pertanyaan ini tidak masuk akal karena tidak mungkin seseorang mengetahui bagaimana hakikat sifat Allah, kecuali jika ia telah mengetahui bagaimana hakikat Dzat Allah. Hal ini sebagaimana terdapat dalam kaidah, “Pembicaraan tentang bagaimananya sifat Allah adalah cabang dari pembicaraan bagaimananya Dzat Allah.”

Kalau kita tahu bagaimana zat, kita akan tahu bagaimana sifat zat tersebut. Namun, kalau kita tidak tahu bagaimana zat tertentu, maka kita tidak tahu pula bagaimana sifatnya.

Kita meyakini bahwa Allah memiliki tangan. Jika ada orang yang bertanya, “Bagaimana tangan Allah?” maka kita tanyakan kembali kepadanya, “Bagaimana Dzat Allah? Apakah kamu tahu bagaimana Dzat Allah? Kalau kamu tahu bagaimana Dzat Allah maka kamu akan tahu bagaimana tangan-Nya. Karena kamu tidak tahu bagaimana Dzat Allah, maka kamu tidak akan tahu bagaimana tangan Allah.”

Untuk mengetahui bagaimana istiwa’ Allah di atas Arsy maka:

Pertama, Anda harus tahu bagaimana Dzat Allah terlebih dahulu, kemudian

Kedua, Anda harus tahu bagaimana hakikat Arsy.

Karena kedua poin di atas tidaklah kita ketahui, maka sikap ahlussunnah adalah beriman bahwa Allah ber-istiwa’ di atas Arsy, tanpa sibuk bertanya-tanya tentang bagaimana hakikat istiwa’ tersebut.

BACA JUGA: Penjelasan tentang Kemahaesaan Allah

Sikap ini berbeda dengan sikap sebagian Ahlul Bid’ah atau sebagian ulama yang tergelinci dalam hal ini, yang mengatakan bahwa اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى berarti Allah menguasai Arsy.

Terkait penafsiran ala mereka itu, mari kita simak firman Allah dalam Surah Al-Hadid [57] ayat 4:

ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ…

Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy

Mari kita tanyakan kepada mereka. Jika ayat di atas maknanya adalah kemudian Allah menguasai Arsy, berarti sebelum itu Arsy berada di bawah kekuasaan sesuatu selain Allah. Apakah benar begitu? Jika iya, siapa atau apakah sesuatu tersebut?

Saudaraku, nalar manusia sangatlah terbatas kemampuannya. Sadarilah itu agar jangan sampai ketika akal kita tidak bisa memahami sebuah ayat, lantas kita menolak ayat tersebut atau kita takwil-kan dengan makna yang menurut kita masuk akal, padahal sejatinya ia adalah makna yang salah.[]

 

SUMBER: TAFSIR AT-TAYSIR

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response