Tafsir

Makna Surah Thaha (20) Ayat 1 dan 2

foto: Pixabay
48views

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surah Thaha (20) ayat 1 dan 2

طٰهٰ ۚ مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓى ۙ

Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepada engkau agar engkau menjadi susah.

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini diturunkan lantaran setelah turunnya Surah Al-Muzzammil yang memerintahkan Rasul ﷺ untuk shalat malam, beliau pun shalat selama setengah malam atau lebih hingga kepayahan melanda beliau.

Sebagian ahli tafsir lainnya menyatakan bahwa suatu ketika Abu Jahl, Al-Walid bin Al-Mughirah, An-Nadhr bin Al-Harits, dan Al-Muth’im bin ‘Adi mengatakan kepada Nabi ﷺ, “Sesungguhnya engkau benar-benar telah sengsara karena meninggalkan agama nenek moyangmu! Buktikanlah kepada kami bahwasanya memang tidak ada Tuhan lainnya yang merupakan sekutu bagi Tuhanmu!”

BACA JUGA: Hikmah Pengulangan Kisah Nabi Musa dalam Al-Quran

Maka, Nabi ﷺ pun menjawab, “Sungguh aku benar-benar diutus sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam.” Mereka pun berkata lagi, “Justru engkau adalah orang yang sengsara.”

Lalu, Allah pun menurunkan Surah Thaha sebagai balasan atas perkataan malaikat kepada Nabi ﷺ

Ayat 1 dan 2 tersebut memberi isyarat bahwasanya justru kaum musyrikin-lah yang sengsara karena kekufuran itulah kesengsaraan. Dan faktanya, mereka yang akhirnya menyadari kebenaran Islam dan meyakininya lebih banyak daripada mereka yang murtad keluar dari Islam. Seringkali kita dapati, baik di hadapan kita maupun pada kisah orang sebelum kita, bawa mereka yang masuk Islam rela menanggung berbagai kesulitan duniawi demi mempertahankan keislaman mereka karena mereka yakin bahwa di balik itu semua ada kebahagiaan yang abadi.

Wahai Muhammad! Diturunkannya wahyu kepadamu, diturunkannya Al-Quran kepadamu, dan disyariatkannya syariat-syariat untukmu bukanlah agar engkau menjadi sengsara dengan hal itu semua. Namun justru sebaliknya, ini semua adalah demi kebahagiaan dan ketenangan jiwamu. Seorang yang mengenal agamanya dengan baik, dia pasti akan merasakan kebahagiaan dalam ibadahnya. Seorang yang melaksanakan ibadah haji, walaupun ia telah mengeluarkan dana yang sangat besar, pasti dia menyimpan sebuah harapan besar untuk kembali melakukan ibadah haji lagi. Seorang yang bersusah payah untuk bangun malam dan menahan kantuk agar bisa melaksanakan shalat malam, pasti dia akan merasakan kebahagiaan istimewa yang selalu ingin ia raih kembali di setiap malamnya.

BACA JUGA: Kebahagiaan di Dunia akan Dirasakan sebelum Kebahagiaan di Akhirat

Berbeda dengan mereka yang menghabiskan malamnya untuk bermaksiat, mengisi kekosongan hatinya dengan musik, atau semacamnya, mungkin mereka terkesan merasakan kelezatan tetapi sejatinya hati dan jiwanya amat tandus. Jika musik adalah sumber kebahagiaan maka seharusnya seseorang yang pakar dalam musik adalah orang yang paling berbahagia. Namun kenyataannya, banyak pemusik andal yang tidak puas dengan hanya bermain musik akhirnya menggandengkannya dengan perbuatan maksiat lainnya, seperti meminum khamr, berzina zina, dan mengkonsumsi narkoba. Bahkan, sebagian mereka merasakan depresi berat hingga bunuh diri!

Meskipun syariat Islam selalu dituduh sebagai syariat yang menyulitkan, sejatinya ia adalah syariat yang paling membahagiakan. Memang benar terdapat pembebanan dalam menjalani syariat tetapi di balik itu semua terdapat kebahagiaan. Banyak manusia yang enggan memeluk Islam karena menurut mereka Islam dipenuhi berbagai syariat yang memberatkan, seperti khitan, membayar zakat, menunaikan shalat lima waktu, dan yang lainnya padahal sejatinya, di balik semua syariat tersebut, terdapat kebahagiaan. Semakin seseorang mengenal agama dan ayat-ayat Allah, maka dia dijamin akan semakin bahagia.[]

 

SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR

 

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response