Kisah Al-Quran

Bantahan Terhadap Liberalisme

foto: unsplash
56views

Surah Al-Bayyinah (98) ayat 6 adalah ayat yang berisikan bantahan untuk orang-orang liberal yang menyatakan bahwa Yahudi dan Nasrani akan masuk surga seperti kaum Muslimin. Keyakinan demikian adalah keyakinan yang kufur karena seakan-akan agama tauhid dan kesyirikan atau Allah sebagai sesembahan orang yang beriman dan selain Allah itu sama. Pemikiran seperti itu sesungguhnya muncul karena mereka menganggap agama hanyalah cara beradab (cara mencapai akhlak yang baik), dan akhlak yang baik bisa diperoleh dengan mengikuti agama Buddha, Hindu, dan agama lainnya. Akan tetapi, anggapan seperti ini adalah anggapan yang tidak berdasarkan karena Allah mengutus para nabi ke muka bumi ini untuk mendakwahkan tauhid. Orang yang memiliki akhlak melihat tetapi tidak menauhidkan Allah tidak akan bermanfaat seperti Ibnu Jud’an. Dalam sebuah hadis yang shahih, Aisyah bertanya kepada Nabi ﷺ: “Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an di zaman Jahiliyah adalah orang yang menyambung silaturahmi, memberi makan kepada orang miskin, apakah bermanfaat kebaikannya dahulu?” Nabi menjawab,”Tidak bermanfaat karena dia tidak pernah berdoa kepada Allah,’ Ya Allah ampunilah dosa-dosaku pada Hari Kiamat kelak.’”

Begitu pun dengan paman Nabi, Abu Thalib. Padahal, tidak ada yang lebih hebat siapa daripada Abu Thalib dalam membela Islam. Bahkan, ia rela mati untuk membela Nabi. Akan tetapi, pembelaannya terhadap Nabi tidak dapat menghindarkannya dari api neraka Jahanam. Ketika Abu Thalib akan meninggal dunia, Nabi mendatangi Abu Thalib dan mengatakan, “Wahai paman, ucapkanlah La Ilaha Illallah. Dengan kalimat ini, aku akan membela engkau nanti di sisi Allah.” Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah menanggapi, “Apakah engkau membenci agamanya Abdul Muthalib?” Rasulullah ﷺ terus menawarkan kepada pamannya. Namun, kedua orang itu juga terus menimpalinya. Akhirnya Abu Thalib mengatakan kepada mereka, “Di atas agamanya Abdul Muthalib.” Ia enggan mengucapkan La Ilaha Illallah. Rasulullah mengatakan,”Demi Allah, akan kumohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang.”

Semasa hidupnya, Abu Thalib juga pernah menyenandungkan syair:

“Sesungguhnya aku tahu bahwa agamanya Muhammad adalah agama yang terbaik di antara agama-agama manusia. Kalau bukan karena takut celaan dan cercaan, kau akan mendapati aku sudah memeluk Islam.”

BACA JUGA: Penjelasan Tentang Kesalahan dan Dosa Para Nabi: Tafsir Surah Asy-Syarh (94) Ayat 2

Akhirnya, Allah menurunkan ayat yang melarang Nabi memohonkan ampun, meskipun jasa Abu Thalib sangat luar biasa. Allah berfirman dalam Surah At-Taubah (9) ayat 113:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ

Tidak patut bagi seorang nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan kepada orang-orang musyrik….

Nabi hanya dapat memberi syafaat atas izin Allah untuk lamanya tersebut, yaitu siksaannya diringankan dibanding penghuni neraka lainnya. Dalam suatu hadis dari Al-Abbas bin Abdul Muthalib r.a., beliau bertanya kepada Nabi, ” Apakah kamu tidak bisa menolong pamanmu? karena ia selalu melindungimu dan marah karena dirimu.”

Rasulullah Muhammad menjawab, “Dia berada di permukaan neraka. Seandainya bukan karena aku, niscaya ia nerada di kerak neraka.”

Abu Thalib disiksa dengan kedua telapak kakinya diletakkan bara api sehingga otaknya mendidih. Oleh karena itulah, agama yang diserukan oleh Nabi Muhammad bukanlah sekadar mendakwahkan akhlak, melainkan juga tauhid. Pemahaman bahwa semua agama itu sama dan dapat mengantarkan ke surga adalah pemahaman yang batil dan berbahaya.

Setelah Allah menyebutkan nasib ahli kitab dan kaum musyrikin, Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang beriman.[]

 

Sumber: Tafsir Juz  Amma, karya Ust. Firanda Andirja

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response