Tafsir

Empat Sifat yang Dapat Menyelamatkan Manusia dari Kerugian

foto: pixabay
119views

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surah Al-Ashr (surah ke-103) Ayat 3:

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

Penjelasan Ayat

Berdasarkan ayat ini, ada empat sifat yang dapat menyelamatkan manusia dari kerugian.

Pertama, beriman. Iman adalah keyakinan terhadap hal-hal gaib. Iman mencakup seluruh perkara dalam syariat. Nabi ﷺ bersabda: “Iman itu ada 70 sekian cabang: yang paling tinggi adalah kalimat lailahaillallah; yang paling rendah adalah menghilangkan gangguan dari jalan; dan rasa malu merupakan bagian dari iman.”

Ini menunjukkan bahwa cakupan Iman sangatlah luas. Bahkan, para ulama menulis buku-buku tentang syu’abul iman (cabang-cabang keimanan) seperti Imam Al Baihaqi dalam kitabnya Syu’abul Iman. Beliau mengumpulkan berbagai macam cabang keimanan. Makin banyak cabang keimanan seseorang, makin tinggi keimanannya. Sebaliknya, makin banyak yang hilang, makin kurang keimanannya.

Berdasarkan hadis ini pula, dapat disimpulkan bahwa iman mencakup amalan jawarih (perbuatan tubuh) semisal shalat, amalan lisan semisal berzikir, dan amalan hati semisal rasa malu. Akan tetapi, apabila disebutkan secara khusus, kebanyakan iman itu berkaitan dengan hal-hal gaib. Mengimani sesuatu yang gaib inilah yang menjadi pembeda orang Mukmin dan orang kafir. Seandainya perkara-perkara yang dituntut untuk mengimani itu dapat dilihat, orang-orang kafir pasti akan beriman. Seandainya bentuk asli malaikat dapat dilihat, semua manusia niscaya akan beriman. Seandainya surga dan neraka ditampakkan secara langsung, seluruh manusia niscaya akan beriman.

Kedua, beramal saleh. Amal saleh merupakan bagian dari iman. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, iman mencangkup seluruh perkara syariat dan amalan saleh termasuk di dalamnya. Namun, Allah mengkhususkan penyebutan amalan saleh karena amalan tersebut merupakan perkara penting yang harus diberi perhatian khusus. Bentuk-bentuk pengkhususan seperti ini dapat dijumpai dalam beberapa ayat, seperti dalam Quran Surah Al-Baqarah ayat 238:

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ

Pliharalah semua shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.

BACA JUGA: Allah Bersumpah Demi Waktu Ashar

Nabi ﷺ mengkhususkan perintah menjaga shalat Ashar setelah sebelumnya diawali perintah menjaga shalat lima waktu. Contoh lain, Allah berfirman dalam Quran Surah Al-Baqarah (surah ke-2) Ayat 98:

مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِّلّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَرُسُلِهٖ وَجِبْرِيْلَ وَمِيْكٰىلَ فَاِنَّ اللّٰهَ عَدُوٌّ لِّلْكٰفِرِيْنَ

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.

Allah menyebutkan secara khusus malaikat Jibril dan Mikail. Padahal, sebelumnya telah disebutkan malaikat secara umum. Hal ini karena kedua malaikat tersebut merupakan malaikat yang penting. Demikian pula pada ayat ini. Allah mengkhususkan penyebutan amal saleh yang merupakan bagian dari iman sehingga harus diperhatikan secara khusus.

Para ulama telah menyimpulkan bahwa suatu amalan tidak dikatakan sebagai amalan yang saleh kecuali memenuhi dua persyaratan, yaitu dikerjakan dengan ikhlas karena Allah dan amalan tersebut harus sesuai dengan sunnah Nabi. Seseorang yang melakukan amalan seperti mengeluarkan harta sebanyak-banyaknya atau berpuasa menahan lapar dan haus, tetapi niatnya bukan karena Allah karena ingin dipuji dan disanjung-sanjung, Allah tidak akan menerima amal tersebut. Demikian juga ketika ia melakukan sebuah amalan dengan ikhlas tetapi tidak sesuai yang diajarkan Nabi, amalan itu juga tidak diterima Allah.

Ketiga, saling menasihati dalam kebenaran. Ber-amar ma’ruf nahi mungkar sendiri merupakan bagian dari beramal saleh. Artinya, amar ma’ruf nahi mungkar sepatutnya menjadi perhatian khusus di antara amalan saleh lainnya. Hal ini agar seseorang yang telah melakukan amalan saleh tidak lantas merasa selamat, padahal ia belum melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Seorang Muslim hendaknya melanjutkan amalannya dengan mengingatkna dan saling menasihati saudaranya jika telah melakukan sebuah amalan saleh. Jika melihat saudaranya terjatuh dalam kesalahan, ia berusaha menegur, mengingatkan, dan mengajaknya kepada kebaikan. Itulah jalan keselamatan. Allah berfirman dalam Quran sSurah Ali-Imran ayat 104:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyuruh kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Allah juga memuji umat Islam sebagai umat yang selalu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Allah berfirman dalam Quran Surah AliImran (surah ke-3) Ayat 110:

…كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ

Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah….

BACA JUGA: Tiga Perkara yang akan Ditimbang di Mizan

Pada ayat ini, Allah menggunakan kata tawasu yang mempunyai wazan (pola) tafaala yang memiliki faedah “saling” atau yang mengerjakan adalah dua belah pihak, sebagaimana kalimat Tadhaaraba Zaidun Wa Amrun yang artinya Zaid dan Amr saling memukul. Maka, Allah memerintahkan umatnya agar saling menasihati, tidak hanya menasihati atau dinasihati. Ironisnya, saat ini banyak kaum muslimin yang mulai enggan untuk menasihati saudaranya yang terjerumus dalam kesalahan. Padahal, seorang Muslim yang telah melakukan kebaikan untuk dirinya dan beramal saleh, ia hendaknya juga memerhatikan saudaranya dengan mengingatkannya jika keliru dan menegurnya jika salah.

 

SUMBER: TAFSIR JUZ AMMA, karya Ust. Firanda Andirja

 

Bersambung ke bagian dua: Jenis-Jenis Sabar…

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response