Kisah Al-Quran

Para Alim Ulama Menolak Cerita Harut dan Marut Menurut Yahudi (Israiliyat)

Foto: Pixabay
24views

Kami telah menyebutkan bahwa kisah tentang dua malaikat, yakni Harut dan Marut, adalah cerita israiliyat dan tidak ada sedikit pun dalam cerita tersebut yang dinukil berdasarkan sanad sahih dari Rasulullah ﷺ. Ulama-ulama peneliti menolak kisah itu dan menganggapnya batil dari sisi sanad dan maknanya. Setelah menolak riwayat israiliyat tersebut, Ibnu Katsir berkata, “Kisah Harut dan Marut ini telah diriwayatkan banyak orang dari kalangan tabi’in, seperti Mujahid As-Sudai, Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ubay Az-Zuhri, Ar-Rabi bin Anas, Muqatil bin Hayyan, dan lain-lain. Selain itu, ada juga sekelompok imam dari kalangan ahli tafsir (mufassir) terdahulu dan kontemporer yang ikut menceritakannya. Hasilnya adalah ternyata perincian kisah israiliyat tersebut bersumber dari berita-berita keturunan Yahudi yang tidak ada satu pun di dalamnya memuat hadis marfu dan sahih yang bersambung sanad-nya pada Rasulullah ﷺ.

Hal yang dapat kita lihat dari susunan cerita dalam Al-Quran adalah cerita umum tanpa keterangan lebih lanjut dan tanpa hiperbolis cerita. Kita beriman pada apa yang diturunkan dalam Al-Quran, pada apa yang diinginkan Allah, dan hanya Allah-lah yang lebih mengeta hui hakikat keadaannya,”

Dalam kitab tarikh karangannya, Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir menulis ringkasan cerita Harut dan Marut dengan versi israiliyat tersebut. Kemudian, dia mengaitkannya dengan perkataannya, “Apa yang banyak disebutkan para ahli tafsir (mufassir) dalam kisah Harut dan Marut, yakni bahwa Az-Zahrah adalah seorang perempuan yang dirayu dua malaikat itu dan dia menolak mereka, kecuali jika mereka mau mengajarinya ismul azham.

BACA JUGA: Kisah Harut dan Marut dalam Al-Quran

Mereka pun mengajarinya lalu dia mengucapkannya dan dia dinaikkan ke langit menjadi bintang. Aku perhatikan bahwa semua ini hanyalah karangan orang-orang Yahudi. Kalaupun Ka’ab bin Al-Ahbar menuliskannya (dalam beberapa bukunya) serta beberapa kelompok salaf lainnya belajar darinya tentang hal ini, mereka mengemukakannya dengan cara menghikayatkan saja dan mengatakan bahwa cerita itu bersumber dari Bani Israil.”

Ibnu Katsir berkata, “Jika berbaik sangka, mungkin kita (dapat) mengatakan bahwa ini adalah sebagian dari kabar Bani Israil, seperti riwayat Ibnu Umar dan Ka’ab bin Al-Ahbar terdahulu, dan mungkin dari khurafat mereka yang tidak mereka percayai.”

Seorang imam pengamat, Ahmad Muhammad Syakir, memberi penjelasan tentang versi israiliyat tersebut sebagai berikut:

Pertama, dalam penegasan Ahmad Muhammad Syakir terhadap banyaknya riwayat yang dikemukakan Ath-Thabari, dia berkata, “Berita-berita dalam kisah Harut dan Marut serta cerita bahwa sesungguhnya ada seorang perempuan yang kemudian diubah rupanya menjadi bintang adalah berita-berita yang dillat-kan ahli ilmu dengan hadis.” Kemudian, dia menyebutkan pendapat Ibnu Katsir dalam buku Tafsir dan buku Tarikh-nya sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya.

Kedua, dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (dalam buku) berjudul Umdah At-Tafsir ‘an al-Hafizh Ibnu Katsir, Ahmad Muhammad Syakir mengaitkan sanad riwayat-riwayat yang dikemukakan Ibnu Katsir dengan apa yang termaktub dalam kisah tersebut. Dalam hal ini, dia mengaitkan sanad riwayat yang disebutkan Ibnu Katsir, dengan menukil (mengutip) dari Ibnu Abi Hatim, dalam perkataannya, “Isnad-nya yang dikutip Ibnu Katsir—dan aku menghapusnya—adalah isnad yang sahih. Ini bersumber pada perkataan Ibnu Abbas. Aku berhenti sampai di sini dan tidak mengatakan apa pun. Sementara itu, Ibnu Katsir memperpanjang pengutipan kabar-kabar dengan makna seperti ini. Semoga Allah merahmatinya dan juga aku serta mengampuni kita semua.”

Ahmad Muhammad Syakir juga menunjukkan sebab-sebab pengutipannya terhadap versi Yahudi yang batil tersebut dalam bukunya, Umdah At-Tafsir, “Aku pernah berkeinginan membuang hadis tersebut dari buku Umdah At-Tafsir seperti apa yang telah aku syaratkan dalam pendahuluan (mukadimah). Namun, aku melihat bahwa makna hadis tersebut telah berimbas pada cerita banyak orang dan apa yang mereka tulis sehingga semua itu harus dijelaskan. Oleh karena itu, aku melakukan apa yang terbaik. Aku tidak mengutip (mengambil) apa-apa (keterangan) yang telah diperpanjang Ibnu Katsir walaupun aku tidak memperpendek (meringkas) keterangan tentang cacatnya. Semoga Allah merahmatinya.”

BACA JUGA: Kisah Harut dan Marut Menurut Al-Quran dan Riwayat Israiliyat

Ketiga, dalam penjelasan dan pengamatan Ahmad Muhammad Syakir terhadap buku Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal, dalam sanad-nya (ada) sebuah hadis marfu dari Umar r.a. dan itulah yang menyebabkan sebagian dari mereka (para ulama) menganggapnya benar. Dia memberikan penjelasan yang panjang tentang hadis tersebut, yakni hadis nomor 6178, dari sanad-nya. Dia menjelaskan celaan ulama terhadap rijalus sanad dan sanad-sanad lainnya yang serupa, seperti apa yang pernah dia katakan tentang hadis tersebut dari sisi arti dan keasingannya serta dari sisi kemungkarannya.

Ahmad Muhammad Syakir juga mengemukakan perkataan (pendapat) ulama-ulama pengamat—terkait kelemahan hadis tersebut dan kemungkarannya dalam versi aslinya, yakni versi Yahudi—di antaranya perkataan Ibnu Katsir dan Muhammad Rasyid Ridha. Dia mengakhiri pendapatnya terhadap hadis tersebut, “Semua ini menguatkan apa yang telah dikuatkan Ibnu Katsir bahwa sesungguhnya hadis tersebut bersumber dari cerita-cerita Yahudi yang disampaikan Ka’ab Al-Ahbar. Sebenarnya, itu bukanlah hadis marfu dari Rasulullah ﷺ. Barang- siapa me-rafa-kannya maka dia telah berbuat salah dan lalai. Sementara itu, bagi orang-orang yang meriwayatkannya dari kisah-kisah Ka’ab Al-Ahbar, dengan lebih menjaga dan memercayainya daripada orang yang meriwayatkan secara marfu maka dia lebih parah daripada imam yang hafizh dan jalil.”

Sayyid Quthb berpendapat tentang kisah Harut dan Marut, “Tentang siapa dua malaikat ini—Harut dan Marut—serta kapan mereka berada di negeri Babilonia, sesungguhnya kisah mereka tidak menyangkal isyarat ini dan tidak membantahnya. Isyarat umum yang ada dalam Al-Quran Al-Karim ini telah ada dalam sebagian perbincangan yang dahulunya telah masyhur di kalangan orang-orang yang memperbincangkannya. Sebenarnya, dalam penjelasan umum itu, ada metode untuk mencapai tujuan. Di sana, belum ada sesuatu yang membuka peluang ke arah penjelasan yang lebih terperinci karena perincian cerita itu bukanlah suatu tujuan. Aku tidak ingin mengatakan bahwa kita memfokuskan perhatian—dalam Fi Zhilal Al-Qur’an ini—hanya pada seputar cerita-cerita beragam yang bercerita tentang dua malaikat tersebut karena tidak ada satu riwayat pun yang benar dan dapat dipercaya.”

Jika demikian, bagaimana kisah mereka (Harut dan Marut) sebenarnya? Kami tidak menemukan dalam hadis-hadis sahih yang menerangkan kisah tentang Harut dan Marut serta kepentingan mereka di negeri Babilonia itu. Jika ingin mengetahui kisah Harut Marut tersebut, kita harus mencari hanya pada apa yang diterangkan dalam Al-Quran serta mengambil dari penjelasan yang kita dapatkan dalam Al-Quran. Al-Quran menunjukkan bahwa Allah memilih dua orang malaikat di antara malaikat-malaikat-Nya. Nama yang satu- nya adalah Harut dan yang satunya lagi adalah Marut. Kemudian, Allah menurunkan mereka di negeri Babilonia yang merupakan kota terkenal di Irak, yang dahulunya adalah ibu kota kebudayaan Babilonia kuno. Pada saat itu, rajanya bernama Hammurabi dan Nebuchadnezzar.

Kita tidak mengetahui mengapa keduanya diturunkan di negeri Babilonia dan kapan mereka diturunkan. Dimulainya cerita ini, yakni bahwa kepentingan mereka di negeri Babilonia berhubungan dengan sihir. Sebagaimana telah diketahui, sihir pada saat itu tersebar di negeri Babilonia. Tampaknya penyebaran itu bersumber dari tangan orang-orang Yahudi. Ketika itu, Raja Babilonia, Nebuchadnezzar, menawan mereka (orang-orang Yahudi) sesudah penghancuran kerajaan mereka di Palestina. Telah masyhur bahwa sihir begitu lekat dalam kehidupan orang-orang Yahudi, yakni bahwa mereka merupakan umat dan bangsa yang paling banyak berhubungan dengan sihir, termasuk juga banyak berperan dalam penyebarluasannya.

Pada awalnya, orang-orang Yahudi tersebut menakut-nakuti orang lain dengan sihir. Mereka menggambar lingkaran bulan yang besar di sekitar sihir itu lalu mengancam orang lain bahwa sihir itu dapat mendatangkan mudharat (bahaya) atau manfaat dan dapat menguasai segala sesuatu. Akibatnya, orang lain menjadi tunduk dan takut kepada mereka serta menjadi lengah. Kepentingan Harut dan Marut berada di negeri Babilonia itu berhubungan dengan sihir dan penyihir, yakni melenyapkan apa yang berhubungan dalam jiwa manusia dan ketakutan yang disebabkan sihir itu. Mereka pun mengajarkan sihir kepada orang-orang di negeri Babilonia, menjelaskan hakikatnya kepada mereka, menerangkan apa yang menjadi dasar adanya sihir itu, dan melenyapkan lingkaran besar sihir yang tergambar di sekitarnya.

Dari apa yang mereka kerjakan tersebut, mereka seolah-olah ingin mengatakan kepada kaum itu, “Sesungguhnya, sihir bisa saja dipelajari manusia. Sihir itu bukanlah teka-teki dan tulisan-tulisan jimat ahli sihir semata. Bahkan, sihir dapat disamakan sebagai suatu ilmu dari berbagai cabang ilmu yang dapat diserap (dikuasai) melalui belajar dan berusaha. Sesungguhnya, sihir itu tidak dapat mencelakai seseorang dan tidak dapat memberi manfaat, kecuali dengan izin Allah semata.”

BACA JUGA: Sebagian Petunjuk dalam Hadis tentang Kisah Nabi Musa

Pada dasarnya, Harut dan Marut mengajarkan sihir itu untuk mengungkapkan hakikatnya dan mengingatkan manusia terhadap perbuatan sihir, bukan agar suatu kaum mengajarkannya kembali dan menjadikannya sebagai kebiasaan serta mengamalkannya. Oleh sebab itu, mereka tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan (kepada orang itu) sesungguhnya kami hanyalah fitnah (cobaan bagimu). Oleh sebab itu, janganlah kufur. Dengan kata lain, maksudnya adalah janganlah engkau mengerjakan sihir atau membiasakan diri berbuat sihir.

Setelah selesai kepentingan kedua malaikat tersebut di negeri Babilonia, mereka pun naik lagi ke langit sebagai dua malaikat yang mulia seperti halnya ketika mereka diturunkan. Namun, penduduk negeri Babilonia tidak mau mendengar nasihat kedua malaikat tersebut. Bahkan, penduduk kota itu sibuk dalam kejahatan dan kerusakan dengan ilmu sihir yang diajarkan kepada mereka. Mereka makin membiasakan diri dengan sihir dalam berinteraksi kepada orang lain. Dengan sihir itu, mereka memisahkan suami dari istrinya. Allah mencela mereka karena perilaku yang demikian rusaknya. Allah berfirman sebagaimana tercantum dalam Surha Al-Baqarah (2) ayat 102:

وَيَتَعَلَّمُوْنَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۗ وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرٰىهُ مَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۗ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْ ۗ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

“… Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Sungguh, mereka benar-benar sudah mengetahui bahwa siapa yang membeli (menggunakan sihir) itu niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh, buruk sekali perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir jika mereka mengetahui(-nya).”[]

SUMBER: KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN: Orang-Orang yang Dimuliakan dan Dihinakan Allah, Penulis: Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Penerbit: Gema Insani.

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response