Kisah Al-Quran

Hikmah dari Tiga Kisah yang Terjadi pada Masa Perjalanan Nabi Musa dan Khidir (Bagian Ketiga – Habis)

Foto: Pixabay
21views

Pada saat Nabi Musa menuntut ilmu kepada Khidir, dan kemudian mereka melakukan perjalanan, terdapat tiga kisah yang mewarnai perjalanan mereka. Ketiga kisah tersebut adalah:

Ketiga, Khidir, Dinding Rumah, dan Harta Simpanan

Khidir menerima permintaan maaf Nabi Musa. Kemudian, mereka meneruskan perjalanan. Masih ada satu kesempatan bagi Nabi Musa. Oleh karena itu, jika membantah lagi, dia akan berpisah dengan Khidir. Bukankah ini yang dikatakan Nabi Musa kepada Khidir, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 76:

قَالَ اِنْ سَاَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍۢ بَعْدَهَا فَلَا تُصٰحِبْنِيْۚ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَّدُنِّيْ عُذْرًا

“Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, jangan lagi engkau memperbolehkanku menyertaimu.”

Begitulah yang terjadi. Ketika melewati sebuah negeri berisi penduduk yang pelit, mereka meminta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka.

BACA JUGA: Hikmah dari Tiga Kisah yang Terjadi pada Masa Perjalanan Nabi Musa dan Khidir (Bagian Kedua dari Tiga Tulisan)

Kemudian, mereka mendapati dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh sehingga Khidir menegakkan dinding itu. Nabi Musa terkejut akan hal itu. Dia menganggap bahwa penduduk negeri itu tidak berhak mendapatkan kebaikan dari Khidir.

Nabi Musa pun membantah tindakan Khidir itu lalu berkata, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 77:

قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ اَجْرًا

“Jika mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”

Khidir pun berkata, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 78:

هٰذَا فِرَاقُ بَيْنِيْ وَبَيْنِكَۚ

“Inilah (waktu) perpisahan antara aku dan engkau.”

Ketika menjelaskan kepada Nabi Musa tentang pendirian dinding rumah itu, Khidir berkata, “Adapun dinding (rumah) itu adalah milik dua anak yatim di kota itu dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka adalah orang saleh. Oleh karena itu, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu.”

BACA JUGA: Hikmah dari Tiga Kisah yang Terjadi pada Masa Perjalanan Nabi Musa dan Khidir (Bagian Pertama dari Tiga Tulisan)

Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dari ayat-ayat tersebut, yaitu sebagai berikut:

Pertama, penduduk negeri itu adalah orang yang kikir, benar-benar kikir. Ketika ada dua orang asing yang tidak mempunyai makanan singgah di negeri mereka, seharusnya mereka menghormati kedua orang itu dengan memberikan makanan tanpa diminta. Namun, penduduk negeri itu tidak melakukannya sehingga kedua laki-laki itu, yaitu Nabi Musa dan Khidir, terpaksa meminta makanan kepada mereka. Karena benar-benar kikir, mereka menolak untuk memberikan makanan dan menjamu keduanya.

Kedua, Nabi Musa dan Khidir menemukan dalam negeri itu sebuah dinding rumah yang hendak roboh (yuriidu ayyanqadhdha) atau hampir roboh. Perhatikanlah bahwa ungkapan Al-Quran ini menunjukkan adanya kehendak pada dinding rumah itu. Sebagian ulama mengatakan bahwa hal ini adalah salah satu bentuk majas (kiasan) dalam Al-Quran. Karena dinding itu, yang merupakan benda tidak bernyawa, tidak mungkin memiliki kehendak, sedangkan kehendak adalah sifat benda hidup. Namun, pendapat terkuat mengatakan bahwa ini tidak termasuk majas, melainkan kejadian sebenarnya.

Setiap makhluk mempunyai kehendak, termasuk tumbuhan dan benda mati. Namun, kehendak ini mutlak, tidak seperti kehendak manusia atau makhluk lain. Siapa yang mengatakan bahwa dinding itu mati? Sebenarnya, di dalamnya ada kehidupan. Kehidupan yang sesuai dengan keadaan din ding itu dan bersifat mutlak berbeda dengan kehidupan makhluk hi dup. Kehidupannya tidak sama dengan kehidupan makhluk hidup. Oleh karena itu, kehendaknya pun tidak sama, Jika kita memerhatikan, kalimat dinding (rumah) yang hampir roboh merupakan suatu bentuk penggambaran yang indah, suatu bentuk personifikasi bagi dinding rumah itu yang menyifatinya dengan salah satu sifat makhluk hidup, yaitu berkehendak. Jika diteliti penggambaran itu, kita hampir dapat melihat tembok itu nyaris roboh kalau Khidir tidak menegakkannya.

Ketiga, Khidir mendirikan dinding itu tanpa diminta oleh seorang pun, tanpa ada kesepakatan upah dari seseorang. Ini menunjukkan bahwa seorang Muslim senang melakukan kebaikan dan memberi pertolongan kepada orang lain tanpa diminta. Seorang Muslim itu baik, ringan tangan, suka memberi, dan giat dalam bermasyarakat. Selain itu, ini juga mengandung petunjuk bahwa perbuatan baik tidak memerlukan izin. Selama ada kesempatan untuk berbuat kebaikan dan memberi pertolongan, seorang Muslim harus memanfaatkannya. Kemudian, dibolehkan dalam berbuat kebaikan secara sukarela, tanpa perjanjian, bayaran, atau mengharapkan bayaran. Setiap orang Muslim hendaklah membiasakan dirinya untuk melakukan hal tersebut, yakni bersikap baik dan bermanfaat bagi orang lain.

Keempat, tindakan Khidir untuk memperbaiki dinding rumah dan mendirikannya adalah benar karena Allah telah memberitahukannya tentang keberadaan harta simpanan di bawah dinding itu. Jika tidak, ketika dinding itu roboh, penduduk negeri yang bakhil itu akan melihat lalu mengambilnya.

BACA JUGA: Sebagian Petunjuk dalam Hadis tentang Kisah Nabi Musa

Kelima, adapun harta benda simpanan itu adalah milik dua orang anak yatim—keduanya masih kecil—yang tinggal di kota itu. Khidir mempunyai kehendak mendirikan dinding rumah itu agar tetap tegak sampai mereka dewasa.

Keenam, kalimat, “Sedangkan ayah mereka adalah orang saleh” itu menunjukkan bahwa kesalehan orang tua memberi pengaruh terhadap penjagaan dan kesalehan anak-anaknya. Karena orang tua mereka saleh, Allah memerintahkan Khidhir agar membangun dinding rumah kedua anak itu. Inilah yang diisyaratkan Al-Quran sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam Surah An-Nisa’ (4) ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

“Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Kemudian, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).”

Laki-laki yang saleh menyembunyikan harta di bawah dinding itu. Ini menunjukkan dibolehkannya menyimpan, memperbanyak, dan menabung harta untuk dipergunakan saat dibutuhkan. Bahkan, lebih utama bagi seorang Muslim menabungkan sebagian hartanya untuk keadaan mendesak dan tidak terduga. Ini tidak bertentangan dengan sikap tawakal kepada Allah.[]

SUMBER: KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN: Orang-Orang yang Dimuliakan dan Dihinakan Allah, Penulis: Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Penerbit: Gema Insani.

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response