Kisah Al-Quran

Kaidah Al-Quran dalam Mempergunakan Nikmat Allah (Bagian Kedua-Habis)

36views

Dari kisah Qarun dan nasihat yang diberikan kepadanya, kita dapat mengambil kesimpulan berupa kaidah-kaidah Qurani yang universal dan integral dalam mempergunakan dan mengelola nikmat Allah, khususnya harta. Dalam Surah Al-Qashash (28) ayat 77, Qarun mendapat nasihat:

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah engkau lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah engkau berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

BACA JUGA: Kaidah Al-Quran dalam Mempergunakan Nikmat Allah (Bagian Pertama)

Kaidah kedua, janganlah engkau lupakan bagianmu di dunia. Kaidah ini mengingatkan kita agar menggunakan harta untuk kehidupan akhirat dengan tidak melupakan bagiannya di dunia. Ayat tersebut menjelaskan cara mempraktikkan kaidah pertama sehingga menghilangkan kekeliruan dan keraguan dalam pikiran. Ayat ini juga menyuruh mereka agar menikmatinya dengan baik di dunia. Memang benar bahwa mereka hanya menginginkan nikmat di kehidupan akhirat. Namun, mereka dituntut untuk tidak melupakan bagiannya di dunia. Maksudnya adalah mereka dituntut mempergunakan harta itu di dunia sebagai sarana agar bisa hidup secara layak, baik, tentram dan makmur. Semua ini termasuk cara untuk mencari kehidupan di akhirat.

Kedua kaidah tersebut mengaitkan antara kehidupan dunia dan akhirat dengan pengaitan Al-Quran yang erat serta mengharmoniskan antara penggunaan nikmat di dunia dan pendepositannya di akhirat sebagai kenikmatan yang abadi. Kedua kaidah tersebut juga menetapkan bahwa makna mencari kehidupan akhirat dalam nikmat Allah adalah mempergunakannya di dunia dengan baik. Orang Mukmin harus bisa menggabungkan kedua kaidah tersebut dengan seimbang dan harmonis.

Kaidah pertama menggunakan dan menikmati semua pemberian Allah di dunia dalam batas halal. Dengan demikian, seseorang bisa hidup di dunia dengan penuh kesejahteraan, kesenangan, kebahagiaan, ketentraman, dan ketenangan. Adapun kaidah kedua menggunakan nikmat tersebut untuk mencari kehidupan akhirat dan menjadikannya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan di surga yang penuh kenikmatan.

Dalam ayat lain, Al-Quran telah menyebutkan dua kaidah tersebut dalam makna yang sama, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-A’raf (7) ayat 32:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اللّٰهِ الَّتِيْٓ اَخْرَجَ لِعِبَادِهٖ وَالطَّيِّبٰتِ مِنَ الرِّزْقِۗ قُلْ هِيَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَّوْمَ الْقِيٰمَةِۗ كَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan (dari) Allah yang telah Dia sediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, ‘Semua itu adalah untuk orang-orang yang beriman (dan juga tidak beriman) dalam kehidupan dunia, (tetapi ia akan menjadi) khusus (untuk mereka yang beriman saja) pada Hari Kiamat.’” Demikianlah Kami menjelaskan secara terperinci ayat-ayat itu kepada kaum yang mengetahui.

BACA JUGA: Ringkasan Kisah Qarun dalam Al-Quran

Kaidah ketiga, berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Kaidah ini menegaskan bahwa Allah memperlakukan manusia dengan sangat baik ketika memberi nikmat. Kebaikan ini merupakan karunia dan anugerah Allah. Kaidah ini juga menyeru manusia agar membalas atau mengimbangi semua kebaikan Allah dengan berbuat kebaikan (Ihsan) sebagai bentuk rasa syukur. Allah berfirman dalam Surah Ar-Rahman (55) ayat 60-61:

هَلْ جَزَاۤءُ الْاِحْسَانِ اِلَّا الْاِحْسَانُۚ (60) فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ (61)

Adakah balasan kebaikan, selain kebaikan (pula)? Dengan demikian, nikmat Tuhanmu manakah yang engkau dustakan, (wahai jin dan manusia)?

Ihsan merupakan cara bersyukur dan memuji kepada Allah. Allah berfirman dalam Surah Ibrahim (14) ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

(ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya, jika engkau bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Namun, jika engkau mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azabku benar-benar sangat keras.

Berbuat baik (ihsan) dengan cara mencari kehidupan akhirat melalui kenikmatan dan tidak melupakan bagiannya di dunia. Ihsan dengan cara menggunakan nikmat Rabbani untuk memberi manfaat kepada hamba-hamba Allah yang lain dan menebar kebaikan di antara mereka serta menanamkan nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan mereka. Sesungguhnya manusia yang berbuat ihsan pada nikmat Allah menunjukkan teguhnya nilai-nilai kebenaran dalam jiwanya dan merupakan tanda kejernihan, kebenaran, keikhlasan, serta kedermawanannya. Tidak akan ada orang yang sanggup berbuat ihsan, kecuali orang yang benar dan memiliki keutamaan, kemurahan, kejujuran, dan kebaikan hati.

Kaidah keempat, janganlah engkau berbuat kerusakan di bumi. Maksudnya adalah tidak boleh membuat kerusakan di muka bumi dan mempergunakan hartanya sebagai sarana untuk membuat kerusakan. Kaidah ketiga dan keempat bertemu dalam mengarahkan manusia untuk menggunakan nikmat Allah secara baik. Kaidah ketiga mengarahkan manusia untuk berbuat baik (berlaku ihsan) kepada Allah dan kepada manusia melalui penggunaan nikmat. Adapun kaidah keempat mengingatkan manusia agar tidak mempergunakan hartanya untuk keburukan dengan membuat kerusakan di muka bumi.

Kaidah kelima, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Kaidah ini menetapkan suatu hakikat yang terus berlaku dan tidak akan berubah, baik di semua tempat maupun masa, bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan karena mereka selalu berbuat kerusakan dan menjadi penyeru pada keburukan, kezaliman, dan kehinaan. Namun, Allah menyukai orang-orang Muslim yang selalu menyeru pada kebaikan dan keadilan. Dia tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan karena hal itu akan menyakiti sesama manusia, tetapi dia menyukai orang-orang yang memberi manfaat kepada manusia.

BACA JUGA: Kisah Qarun, Orang Kaya yang Teramat Sombong

Sesungguhnya, orang yang telah kehilangan cinta Allah berarti telah kehilangan segalanya dan merugi. Sementara itu, orang-orang yang mendapatkan cinta Allah adalah orang-orang yang beruntung. Oleh karena itu, hendaklah kita berakhlak dengan sifat-sifat yang disukai Allah dan berpaling dari sifat-sifat yang tidak disukai-Nya agar kita dicintai-Nya.[]

SUMBER: KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN: Orang-Orang yang Dimuliakan dan Dihinakan oleh Allah, karya Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Penerbit Gema Insani

 

 

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response