Ibrah

Penjelasan tentang Harta dan Anak adalah Perhiasan Kehidupan Dunia

foto: Pixabay
37views

Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 46:

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Pada ayat ini, Allah mengingatkan bahwa di antara perhiasan kehidupan dunia yang menjadikan manusia berbangga-bangga dan memperebutkan masalah dunia adalah harta dan anak-anak (laki-laki). Dipilih penyebutan anak laki-laki karena konteks pada ayat sebelumnya menyebutkan tentang gambaran perumpamaan kehidupan dunia. Perumpamaan tersebut ditujukan kepada manusia, terutama kepada kaum musyrikin Arab. Rasulullah ﷺ diperintahkan untuk memberikan perumpamaan tentang kenyataan dan hakikat dunia yang sesungguhnya kepada kaum musyrikin Arab, di mana perubahan tersebut juga bermanfaat kepada kaum Mukminin. Akan tetapi, asalnya adalah untuk kaum musyrikin Arab. Mereka tidak suka dengan anak-anak perempuan. Jika istri mereka melahirkan seorang perempuan maka mereka membunuhnya. Anak laki-laki-lah yang menjadi sumber kebanggaan, apalagi pada zaman dahulu mereka banyaknya anak laki-laki merupakan simbol kekuatan.

Sebagaimana yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya, yakni surah Al-Kahfi (18) ayat 34, yang menjelaskan tentang dua orang seorang muslim dan yang lain kafir kemudian orang yang kafir berkata:

 اَنَا۠ اَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَّاَعَزُّ نَفَرًا

Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.

BACA JUGA: Perumpamaan Allah tentang Dua Orang Lelaki

Dan di antara pengikut yang dimaksud adalah anak-anak laki-lakinya. Harta memang tidak diragukan lagi merupakan perhiasan. Orang yang mempunyai harta, maka dia akan merasakan kenyamanan. Dengan hartanya, apa pun kemauannya akan dapat dengan mudah terpenuhi. Apalagi, jika anak-anaknya banyak maka dia akan merasa bangga bahwa dia telah mempunyai harta dan anak yang banyak. Allah secara khusus menyebutkan anak laki-laki pada ayat ini untuk menunjukkan bahwa anak laki-laki yang banyak menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi seseorang dan menjadi hal yang dicemburui bagi sebagian orang lain.

Mengapa Allah mendahulukan harta daripada anak-anak? Karena yang terpenting adalah harta. Percuma seseorang memiliki banyak anak tetapi tidak memiliki harta karena itu akan semakin merepotkan. Namun, jika dia mempunyai harta yang banyak disertai dengan anak-anak yang banyak maka hal ini akan menjadi sempurna dalam memiliki perhiasan kehidupan dunia. Allah tidak menafikan bahwa harta dan anak-anak merupakan keindahan, hal ini adalah benar. Maka dari itulah Allah berfirman:

زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ

adalah perhiasan kehidupan dunia.

Allah menyandarkan kehidupan dengan dunia. الدُّنْيَاۚ secara bahasa memiliki makna dekat. Artinya, kehidupan yang dekat (dengan kematian) dan segera selesai.

Setelah membuat perumpamaan yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya, Allah memerintahkan untuk membandingkan dengan firman-Nya:

الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ

amal kebajikan yang terus-menerus.

Banyak perselisihan di kalangan para ahli tafsir ketika menjelaskan tentang maksud ayat di atas. Perselisihan ini sering disebut dengan istilah ikhtilaf tanawwu’, yakni perbedaan secara contoh. Ada yang menafsirkannya dengan shalat lima waktu. Ada juga yang menafsirkan dengan dzikir berikut: Mahasuci Allah, segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Mahatinggi dan Mahaagung.

BACA JUGA: Perumpamaan Kehidupan Dunia dalam Al-Quran

Menurut As-Sa’di, yang benar dari penafsiran tersebut adalah bahwa الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ mencakup amal saleh yang berkaitan dengan hak Allah maupun yang berkaitan dengan hak manusia. Hak-hak Allah sangat banyak, seperti shalat, puasa, shalat malam, membaca Al-Quran, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan hak-hak manusia, contohnya berbakti kepada orang tua, mengurusi anak istri, bersedekah atau memberi zakat kepada orang yang fakir. Dan semua bentuk amal saleh adalah الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ karena dia akan tersisa di akhirat.

Adapun harta dan anak-anak maka semua itu akan sirna. Harta yang kita kumpulkan di dunia, tidak akan dibawa menuju akhirat. Namun, yang tersisa di kuburan, padang mahsyar, dan Hari Kiamat kelak adalah الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ yaitu amalan yang mencakup hak-hak Allah dan hak-hak manusia.

Maka, janganlah seorang Muslim bengong. Hendaknya dia memiliki kegiatan. Para ulama salaf tidak menyukai orang-orang yang bengong ataupun tidak memiliki kegiatan. Karena ketika seseorang tidak memiliki kegiata, akhirnya dia bermain gadget ataupun HP. Meskipun dia dalam keadaan tidak ada aktivitas, hendaknya disertai dengan dzikir. Karena apa yang kita ucapkan dari dzikir itu merupakan الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ. Seandainya lisan kita diam, hendaknya kita merenungkan tentang keagungan Allah, sebagaimana yang tercantum dalam Surah Ali-Imran (3) ayat 191:

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, tidaklah engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.

Wahai Rabb-ku, tidak mungkin engkau menciptakan ini semua hanya sekadar main-main dan sia-sia, pasti ada hikmahnya. Ini juga termasuk ibadah. Pokoknya, jika kita ingin mengumpulkan الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ jangan sampai bengong dan tidak memiliki kegiatan sama sekali. Contoh yang lain adalah berbakti kepada orang tua atau meneleponnya, membuat kue untuk tetangga, bersikap ramah terhadap setiap orang (apalagi ketika di masjid), menyapanya, dan bersalaman dengannya itu semua merupakan bentuk الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ. Seseorang bisa saja membaca Al-Quran, mendirikan shalat malam, memberikan senyuman atau pijatan kepada istri dan seterusnya, memberikan pelukan kepada anak, bercanda dan mengobrol dengan anak karena anak-anak punya hak atas orang tua untuk diajak berkomunikasi, jika anaknya yang masih kecil ingin naik di atas pundak orang tuanya, hendaknya dia biarkan karena itu merupakan di antara bentuk الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ jika diniatkan ikhlas karena Allah.

BACA JUGA: Perumpamaan Dua Lelaki dan Dua Kebun Anggur

Oleh karenanya, jangan pernah menyia-nyiakan seluruh detik-detik dari waktu kita dan hendaknya selalu berusaha untuk memanfaatkan waktu tersebut. Jangan sampai waktu itu habis sia-sia kecuali untuk الْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ .Pokoknya, tidak ada detik yang tidak bermanfaat, entah dengan menyenangkan orang lain, berkata-kata baik, memberikan kegembiraan di hati orang lain, menelpon orang tua, bersedekah, membaca Al-Quran, ataupun membaca buku agama.[]

 

SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR SURAH AL-KAHFI, karya Ust. Firanda Andirja, Penerbit: Ustadz Firanda Andirja Office

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response