Ibrah

Nasihat-Nasihat Luqman kepada Anaknya (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Foto: Unsplash
27views

Jika kita memerhatikan, nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya bersifat umum (universal) karena mencakup seluruh aspek keimanan, peribadahan, akhlak (budi pekerti), dan dakwah (ajakan atau seruan).

Pertama, Luqman memerintahkan anaknya untuk bertauhid dan beriman hanya kepada Allah serta melarangnya berbuat syirik dan kufur dengan menjelaskan keburukan dan akibatnya, sebagaimana tercantum dalam Surah Luqman (31) ayat 13, yakni, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya, mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.”

Kedua, Luqman mewasiatkan tentang perilaku (akhlak) kepada orang tua, dan menyebutkan ibu secara khusus, meminta anaknya agar berbuat baik, bersopan santun, menaati perintah, dan memperlakukan orang tua dengan baik. Berdasarkan ini, Luqman mengemukakan pokok-pokok ajaran Islam yang bersifat umum (universal) kepada kita, yakni tentang berbuat baik kepada orang tua. Walaupun keduanya adalah orang kafir, berbuat baik tetap harus dilakukan, tentunya pada urusan-urusan keduniaan. Namun, anak tidak boleh mengikuti perintah (keinginan) orang tuanya jika mengajak pada kekufuran.

BACA JUGA: Mengenal Luqman Al-Hakim dan Nasihat-Nasihat Penuh Hikmah

Hal ini termaktub dalam firman-Nya, yakni dalam Surah Luqman (31) ayat 14-15: “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami), ‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.’ Hanya kepada-Ku (engkau) kembali. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak memiliki ilmu tentang itu, janganlah mematuhi keduanya, (tetapi) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku memberitahukan kepadamu apa yang biasa engkau kerjakan.”

Tampak bahwa wasiat untuk berbuat baik kepada orang tua (ayah dan ibu) merupakan salah satu tata krama dalam bermasyarakat. Di sisi lain, mayoritas ulama (jumhur ulama) bersepakat bahwa nasihat-nasihat tersebut, terutama arahan tentang berperilaku baik terhadap orang tua, bukan merupakan wasiat Luqman kepada anaknya, melainkan suatu ketetapan dari Allah yang termaktub dalam salah satu wasiat Luqman kepada anaknya. Hal ini karena situasinya benar-benar tepat dan sesuai untuk itu. Para ulama juga menetapkan bahwa beberapa ayat tersebut turun karena sikap Sa’ad bin Abi Waqqash terhadap ibunya, yakni ketika ibunya meminta Sa’ad agar berpaling dari Islam, dan dia menuntut hal ini secara terus-menerus, bahkan sampai mengancam dan menyakitinya. Namun, Sa’ad tetap berpegang teguh pada keislamannya sehingga ibunya menghentikan ancamannya.

Ketiga, Luqman memperkenalkan Allah dan menunjukkan sifat-sifat-Nya kepada anaknya, antara lain dia telah menetapkan aqidah tentang terjadinya kebangkitan dan hisab di akhirat kelak. Selain itu, dia juga mengemukakan gambaran yang menakjubkan tentang ilmu Allah yang sangat luas, meliputi segala sesuatu dan tidak ada sesuatu pun yang dapat bersembunyi dari-Nya bagaimanapun kecilnya. Ini terangkum dalam firman-Nya, yakni dalam Surah Luqman (31) ayat 16, (Luqman berkata), “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu, di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan menghadirkannya (untuk diberi balasan). Sesungguhnya, Allah Mahalembut lagi Mahateliti.

Berapa berat timbangan biji sawi? la serupa debu yang tidak mempunyai berat sedikit pun. Biji yang sekecil itu lebur menjadi bagian (dalam sebuah batu besar) yang keras dan menjadi suatu yang tidak mungkin terlihat, (atau pada ketinggian di langit) yang bersinar dan bercahaya yang tampak padanya bintang besar serta di dalamnya ada benda yang sangat kecil itu. Allah mengetahuinya karena ilmu-Nya sampai padanya (meliputinya) dan kemampuan-Nya tidak terbatas. Benarlah orang yang berkata, “Allah melihat dan mendengar langkah seekor semut hitam di atas batu yang datar di tengah malam yang gelap.” Benarlah orang yang bermunajat kepada-Nya dengan ucapan, “Duhai, yang dapat mengetahui setiap nyamuk yang mengepakkan sayapnya di kegelapan malam gelap gulita serta yang mengetahui (hati) tempat mengalirnya pembuluh darah pada setiap hewan sembelihan dan sumsum pada tulang yang kurus itu….”

Keempat, setelah selesai memberikan nasihat tentang aqidah dan keimanan, Luqman melanjutkan dengan wasiatnya tentang ibadah, sebagaimana tercantum dalam Surah Luqman (31) ayat 17, yakni “Wahai anakku, tegakkanlah shalat”, Ini menunjukkan bahwa ibadah itu setelah aqidah. Setelah mengenal Allah dan beriman kepada-Nya, barulah ditunjukkan syariat yang berhubungan dengan perkara ibadah kepada anaknya, yakni yang diwakilkan dengan ibadah shalat. Pengarahan Luqman kepada anaknya untuk menunaikan shalat menunjukkan bahwa shalat adalah perkara yang sangat penting dan telah menjadi kewajiban bagi orang-orang sebelumnya karena shalat merupakan salah satu penghubung antara hamba dan Tuhannya.

Kelima, Luqman memerintahkan kepada anaknya untuk berdakwah di jalan Allah dengan cara menyeru pada kebaikan dan melarang dari kejahatan. Wasiatnya itu menunjukkan bahwa kewajiban berdakwah, menganjurkan pada kebaikan dan melarang dari kejahatan, telah diwajibkan juga pada orang-orang terdahulu. Setiap agama akan tersebar melalui dakwah, dan dakwah tidak dapat direalisasikan, kecuali dengan cara memberikan nasihat-nasihat atau petunjuk-petunjuk. Orang yang saleh tidak ingin menjadi saleh sendirian. Dia ingin menyampaikan kebaikan dan manfaat untuk orang lain. Al-Quran telah mengisyaratkan tentang kewajiban berdakwah kepada orang lain melalui firman-Nya. Allah berfirman dalam Surah Hud (11) ayat 116-117:

فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُوْنِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُوا بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ الْجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أَتْرِفُوا فِيْهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ.

“Mengapa tidak ada di antara generasi sebelummu sekelompok orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil, yakni orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka? Orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan dan kemewahan, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedangkan penduduknya berbuat kebaikan.”

BACA JUGA: Beberapa Hikmah yang Dinisbahkan kepada Luqman

Dalam nasihat itu, secara implisit disebutkan amar makruf nahi munkar adalah setelah mendirikan shalat. Dengan shalat, dia dapat berhubungan kepada Tuhannya serta mendapatkan kekuatan, ketegaran, dan keberanian. Dengan shalat, bertambahlah bekal keimanannya sehingga dapat membantunya melaksanakan dakwah dan memberikan nasihat. Dengan shalat, dia menjadi orang yang tidak ridha dan tidak mau menerima kejahatan (keburukan) sehingga dia melarang orang-orang dari kejahatan (berbuat dosa). Dengan shalat itu pula, dia menyukai kebaikan dan menyeru manusia untuk berbuat demikian. Shalat yang dilaksanakan mengikuti cara Rasulullah ﷺ (Sunnah) akan menjadi perantara dan sarana yang paling utama untuk melaksanakan kewajiban berdakwah kepada Allah. Namun, jika shalat itu tidak membuahkan hasil untuk dakwah dan memberikan nasihat kepada pelakunya, shalatnya itu mati. Ini berarti shalatnya tidak membekas dan hanya merupakan gerakan badan atau aktivitas fisik semata.[]

SUMBER: KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN: Orang-Orang yang Dimuliakan dan Dihinakan Allah, Penulis: Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Penerbit: Gema Insani

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response