Ibrah

Penjelasan tentang Beda Hukuman Perampokan dan Pencurian

foto: Pixabay
36views

Allah berfirman dalam Surah Al-Ma’idah (5) ayat 38-39:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ (38) فَمَنْ تَابَ مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ وَاَصْلَحَ فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ (39)

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Maka, barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kegiatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Firman Allah:

َالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri”

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa dalam ayat ini, Allah memulai dengan “pencuri lelaki”, sedangkan pada perkara zina, Allah memulai dengan “pezina wanita”. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nur (24) ayat 2:

اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya 100 kali dera”.

Sebab, masalah zina kebanyakan pelakunya adalah wanita, sedangkan dalam masalah mencuri kebanyakan pelakunya adalah pria. Maka, pada ayat ini Allah mendahulukan pria dibandingkan wanita dalam perkara pencurian.

BACA JUGA: Penjelasan tentang Perbedaan Muharib dan Mencuri

Adapun definisi pencuri, harus memenuhi beberapa syarat, yakni:

Pertama: mencuri/mengambil harta dengan cara diam-diam/sembunyi.

Kedua: harta yang diambil tersimpan dalam tempat yang terjaga.

Ketiga: harta yang dicuri mencapai nisabnya, yaitu seperempat dinar atau tiga dirham di pada zaman Rasulullah ﷺ. Jika dikonversikan maka satu dinar sama dengan 4,25 gram emas. Adapun 1/4 Dinar setara dengan kira-kira 1, 06 gram emas.

Anggaplah nilai seperempat dinar itu setara dengan satu juta rupiah. Maka, orang yang mencuri barang senilai satu juta rupiah itu akan terkena hukuman pencurian, yaitu dipotong tangannya. Namun, jika dia mencuri barang dengan nilai yang kurang dari itu, maka dia tidak terkena hukum potong tangan tetapi dia terkena hukum lain yang disebut dengan ta’zir, yang bentuk hukumannya diserahkan pada kebijakan pemerintah.

Adapun pencopet dan penjambret maka secara syariat tidak dikategorikan sebagai pencuri sehingga mereka dihukum dengan ta’zir.

Selanjutnya, firman Allah:

فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا

“Potonglah tangan keduanya”

Ibnu Mas’ud menafsirkan, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan kanan keduanya”.

Tangan tersebut dipotong hingga pergelangan tangan dan tidak boleh lebih karena hukuman ini tujuannya bukan untuk membunuh. Setelah dipotong maka tangannya dimasukkan ke dalam minyak yang dipanaskan untuk menghentikan pendarahan. Adapun pada zaman sekarang, mungkin bisa menggunakan pengobatan medis yang canggih sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam minyak yang panas.

Apakah boleh tangan tersebut dibius terlebih dahulu sebelum dipotong? Jawabannya, boleh. Ini berbeda dengan hukuman untuk muharib yang mereka tidak boleh dibius.

BACA JUGA: Penjelasan tentang Diterima atau Tidaknya Amalan yang Dilakukan Seseorang

Bagaimana jika setelah dipotong tangannya ternyata mereka masih mencuri kembali? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, yakni:

Pendapat pertama: hukuman potong tangan hanya cukup sekali. Adapun jika dia mengulang, maka dihukum dengan hukuman lainnya

Pendapat kedua: hukuman pencurian pertama dengan dipotong tangan kanannya. Jika masih mengulang untuk kedua kalinya maka dipotong kaki kirinya. Untuk pencurian yang ketiga, maka dipotong tangan kirinya. Lalu, untuk pencurian yang keempat maka dipotong kaki kanannya. Adapun untuk mencuri yang kelima maka ini mustahil terjadi karena kedua tangan dan kakinya terpotong.

Firman Allah:

جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

“(Sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Allah menjelaskan bahwa hukum had dibangun di atas kebijakan dari Allah dan Allah Mahaperkasa. Allah lebih tahu kemaslahatan para hamba-Nya. Seperti ketika menyebutkan tentang hukum qisas, Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 179:

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa “.

Di dalam hukum had terdapat hikmah, meskipun terlihat mengerikan. Orang yang dihukum dengan hukuman seperti ini akan membuatnya jera. Terlebih lagi, jika dihukum di depan publik. Begitu pula halnya dengan masyarakat, terlebih yang menyaksikan jalannya penegakan hukuman, mereka akan takut untuk berbuat pelanggaran serupa. Hal ini berdampak pada meningkatnya keamanan dan ketentraman dalam masyarakat.

Dikisahkan ada seseorang membaca ayat ini, tetapi ia membaca bagian akhirnya dengan “Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Ada orang Arab Badui di situ yang secara spontan langsung menegur. Irang Arab Badui itu bilang kalau yang membaca ayat tadi telah melakukan kekeliruan. Sebab, susunan ayatnya menjadi kurang pas apabila ayat tentang proses penegakan hukum kemudian diakhiri dengan sifat Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Selanjutnya, firman Allah:

فَمَنْ تَابَ مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ وَاَصْلَحَ فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Maka, barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kegiatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa pencuri yang telah ditegakkan hukum had maka dia tetap harus bertobat. Hukum had itu untuk dosa yang telah dia lakukan. Adapun penyakit di dalam hatinya yang masih Ingin mencuri, maka belum dimaafkan oleh Allah sehingga dia harus bertobat kepada Allah untuk membersihkan dosa hatinya.

BACA JUGA: Hakikat Maghfirah: Pelajaran Penting dari Surah Al-Buruuj (85) ayat 14

Adapun perbedaan antara muharabah (perampok) dan mencuri adalah sebagai berikut:

Pertama: pada pencurian, hukumannya adalah dengan dipotong tangannya. Adapun muharabah (perampokan) maka bisa dibunuh, disalib, bahkan dipotong tangan dan kakinya.

Kedua: pada pencurian, harta diambil secara sembunyi-sembunyi. Adapun perampokan, harta diambil dengan cara terang-terangan.

Ketiga: pada pencurian, harta diambil dari tempat yang terjaga. Adapun perampokan, harta diambil dari tempat terbuka.

Keempat: pada pencurian, ada nisab harta untuk penegakan hukuman. Adapun perampokan maka tidak ada nisabnya. Meskipun yang diambil hanya sedikit tetapi jika dengan cara merampok maka dia terkena hukum muharabah.

Pengambilan harta orang lain yang tidak termasuk kriteria pencurian dan perampokan maka hukumannya adalah dengan ta’zir, yaitu bentuk hukumannya diserahkan kepada kebijakan penguasa. Contoh yang tidak termasuk kriteria pencurian dan perampokan misalnya copet, jambret, korupsi, penipuan, dan lain sebagainya dari pengambil harta orang lain dengan cara yang batil.[]

SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR Surah Al-Ma’idah, Penulis: Ust Firanda Andirja, Penerbit: Ustadz Firanda Andirja Office

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response