Ibrah

Penegasan Bahwa Nabi Muhammad adalah Manusia Biasa

Foto: Pixabay
46views

Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 110:

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا

Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa ‘Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa'”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi ﷺ adalah manusia seperti yang lainnya, maksudnya beliau tidak mengetahui ilmu gaib. Oleh karenanya, sebagian ulama menyebutkan tafsir dari ayat ini asbab nuzul-nya adalah pertanyaan orang-orang musyrikin yang bertanya kepada Nabi ﷺ mengapa beliau tidak mengetahui ilmu gaib. Lalu, Allah memerintahkan untuk menjawab,

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى

Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku”…

BACA JUGA: Mengenal Nasab dan Keluarga Inti Nabi Muhammad ﷺ

Dalam ayat yang lain, yakni dalam Surah Al-A’raf (7) ayat 128, Allah berfirman:

قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهِ اسْتَعِيْنُوْا بِاللّٰهِ وَاصْبِرُوْاۚ اِنَّ الْاَرْضَ لِلّٰهِ ۗيُوْرِثُهَا مَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ

Katakanlah, “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Oleh karenanya, Nabi ﷺ tertimpa kemudharatan ketika Perang Uhud, yaitu beliau terluka dan lainnya. Ini disebabkan Nabi ﷺ tidak mengetahui banyak hal. Namun, Nabi ﷺ mengetahui sebagian ilmu gaib yang Allah beritahukan kepadanya.

Nabi adalah manusia biasa seperti manusia lainnya. Di antara bukti bahwa Nabi ﷺ adalah manusia seperti kita, walaupun beliau seorang rasul yang diistimewakan, adalah beliau makan seperti kita makan. Beliau merasakan lapar sebagaimana kita merasakan lapar. Beliau buang hajat sebagaimana kita buang hajat. Beliau merasakan lelah, letih, tidur, dan sakit maka begitu juga kita. Nabi ﷺ menikah sebagaimana kita menikah. Beliau memiliki anak seperti kita yang memiliki anak. Kita akan meninggal begitu juga dengan Nabi ﷺ yang meninggal. Allah berfirman dalam Surah Az-Zumar (39) ayat 30:

اِنَّكَ مَيِّتٌ وَّاِنَّهُمْ مَّيِّتُوْنَ ۖ

Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).

Allah menurunkan Nabi ﷺ dalam bentuk manusia, bukan dalam bentuk malaikat. Tujuannya adalah agar bisa kita teladani. Jika Nabi ﷺ seperti yang dikatakan oleh sebagian orang bahwa beliau tidak ada bayangannya dan dari tubuhnya keluar cahaya maka bagaimana kita bisa mencontohi Nabi? Ada juga yang mengatakan bahwa beliau tidak buang hajat, lalu bagaimana kita bisa belajar tentang istinja? Maka, yang benar bahwasanya Rasulullah ﷺ seperti kita. Hanya saja, beliau diberikan kelebihan dan juga mukjizat sebagai pembeda antara dirinya dengan manusia biasa.

BACA JUGA: Perihal Keistimewaan Nama Nabi Muhammad ﷺ

Kemudian firman-Nya:

يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا

yang diwahyukan kepadaku bahwa ‘Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa'”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.

Banyak ahli tafsir mengatakan bahwasanya maksud dari ayat ini adalah larangan riya dalam beribadah. Jika seseorang ingin melihat wajah Allah maka seseorang jangan berbuat riya. Hendaknya seseorang waspada dalam beribadah karena ibadah yang ikhlas pahalanya sangat besar, yaitu melihat wajah Allah. Tantangannya juga berat, yaitu seseorang harus ikhlas dan tidak mencari pujian sama sekali. Karena, pada dasarnya, jiwa kita ini lemah, ingin dipuji, ingin pamer, ingin menyebut-nyebut kehebatan agar diakui, disanjung, dan dihormati orang. Maka, jika muncul perasaan seperti tersebut, hendaklah seseorang ingat ayat ini. Jika ingin melihat wajah Allah maka jangan berbuat syirik. Jika terlanjur berbuat syirik maka segera istighfar kepada Allah. Orang yang kita cari pujiannya pada Hari Kiamat tidak bisa menolong kita sama sekali, walaupun dia memuji kita setinggi langit maka itu tidak akan bermanfaat sama sekali.[]

 

SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR SURAH AL-KAHFI. Karya, Ust. Firanda Andirja. Penerbit: Ustadz Firanda Andirja Office

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp Group : https://chat.whatsapp.com/G5ssUWfsWPCKrqu4CbNfKE
Instagram: https://instagram.com/pusatstudiquran?igshid=NTc4MTIwNjQ2YQ==
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61550224142533&mibextid=ZbWKwL

Leave a Response